Mohon tunggu...
Nature Pilihan

Sakralnya Laut bagi Kehidupan

14 Januari 2019   19:00 Diperbarui: 14 Januari 2019   19:14 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakralnya laut bagi Kehidupan.

Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dengan potensi sumber daya kelautan yang melimpah sehingga perlu dikelola secara optimal dan berkelanjutan. Pengelolaan itu dilakukan dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta dalam upaya memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Hal itulah yang menjadi Pertimbangan pemerintah dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No.16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia sebagai pedoman umum kebijakan kelautan. Langkah pelaksanaannya kebijakan itu bisa melalui program dan kegiatan di semua stakeholder termasuk Organisasi Sosial Kemasyarakatan (Ormas) dalam rangka percepatan implementasi Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia.

Penting ketahui bahwa, Kabupaten Flores Timur adalah Kabupaten kepulauan yang di sela oleh perairan, karena itu laut menjadi masa depan Flores Timur ketika di darat tidak lagi menjanjikan kesejahteraan yang mumpuni.

Bicara laut dan hasilnya tidak hanya bicara tentang nelayan tetapi bicara laut, kita bicara kehidupan manusia karena sumber protein, gizi untuk mempertahankan hidup justrul ada di laut melalui ikan dan lain-lain. Bicara maritim (laut) di Flores Timur berbeda dengan wilayah lain di indonesia bahkan di dunia karena orang Lamaholot (Flores Timur) melihat laut itu dalam konteks budaya yang sangat sakral.

Misalnya, Kalau ada ikan besar terdampar di darat, para tetua adat mengangkatnya melalui seremonial adat dan meletakannya dalam Korke( Rumah Adat), misalnya pada ritual "bote Ikan Gere Lewo" karena secara lamaholot laut adalah sumber kesejahteraan.

Hal lain, jika terjadi bencana di darat (bencana alam, hama tikus,dll) orang melepasnya ke laut melalui seremonial adat karena orang lamaholot menyakini laut bisa menghanyutkan segala sesuatu yang jahat, membersihkan yang kotor dan menjadi perentara yang baik untuk menghantar bencana -- bencana agar jauh dari wilayah kita, misalnya pada ritual "dopen krome" di Adonara.

Karena itu bicara laut dan pemeliharaannya itu bagian dari upaya menghormati budaya leluhur lamaholot dalam wujud kepercayaan tertinggi "Ama Tuan Rera Wulan, Ina Guna Tanah Ekan"( Nobo Lemha versi Pancasila Lamaholot oleh Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli, S.H).

Alkisah, di Pantai Kateki, Tanjung Bunga, Flores Timur pada pada halusnya pasir dengan keheningan, di situlah sang naga berkepala tujuh tinggal.

Sang naga Kothom Pito adalah legenda dalam cerita rakyat di Tanjung Bunga. Tempat tinggalnya berupa gua panjang disebut Tanabela. Saban awal tahun, ketika angin muson barat tiba, naga keluar dari sarangnya. Dia memuntahkan rezeki untuk mereka yang mencari sumber penghidupan di laut.

Sang naga berkepala tujuh, naga kotom pito, menjadi mitos yang dituturkan dari mulut ke mulut dan melekat dalam tradisi setempat. Suku Lamaholot di Tanjung Bunga tak memiliki tradisi tulisan. Aneka cerita tentang leluhur dituturkan secara lisan dan diwariskan secara turun-temurun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun