Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pemerintah Kurang Serius Mengatasi Masalah "Cyber Law"?

29 Agustus 2013   04:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:40 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan kritisnya, apakah hanya sebatas diblokir saja? Lalu pelakunya bagaimana? Dibiarkan bebas lenggang kangkung? Belum lagi banyak korban yang enggan memperkarakan kasus lain namun masih di ranah maya (pelecehan anak dll), ini semua karena semakin kurang kepercayaan masyarakat pada system hukum dan peradilan di Indonesia. Alhasil, jangan heran, pelanggaran demi pelangaran di ranah maya ini setiap hari telah menjadi tontonan gratis masyarakat.

Dalam laporan nawala yang pernah saya tulis dengan judul DNS Nawala Telah 'Menapis' 662.008 Situs Per 4 Juli 2013, dimana terdapat 647.622 situs pornografi, 7.540 situs perjudian,  3.585 situs penipuan,  1.146 situs phishing,  2.065 situs proxy,  31 situs malware dan 19 situs mengandung pelanggaran terhadap SARA.

Seharusnya laporan nawala ini, dapat dikoordinasikan bersama pihak berwewenang dalam hal melakukan penyelelidikan, penyidikan, hinggga penuntutan  para pelaku atau pemilik situs-situs berbahaya tersebut. Karena terkesan kurang "harmonis" nya  koordinasi, maka  jangan heran bila satu situs ditutup, akan tumbuh "mungkin" 1000 situs sejenis. Belum lagi banyak trik dalam mengakali agar apa yang di blokir DNS Nawala tersebut dapat di lihat tanpa bersusah payah.

Dalam hal ini, sebagai yayasan, DNS Nawala perlu diapresiasi oleh masyarakat karena telah mengambil peran sebagai bagian dari masyarakat yang peduli terhadap penegakan hukum "cyber". Mereka lakukan semua itu  walau tanpa ada bantuan yang significant dari pemerintah sejak mereka berdiri.

Jika Nawala telah melakukan tugasnya, maka seharusnya kementrian, badan atau lembaga pemerintah yang berkepentingan dalam penegakan hukum "cyber" apalagi yang membahayakan keamanan Negara dapat menindaklanjutinya, sehingga ada efek jera bagi para pelakuknya.

Contoh Nawala ini menurut hemat saya, sekali lagi dapat menunjukan kurangnya koordinasi antar lembaga, badan  bahkan kementrian yang berwewenang dalam hal ini.  Masing-masing terkesan berjalan sendiri.


Dugaan saya ini bukan tanpa alasan, karena ketika menghadiri FGD (Forum Group Discussion)  ECPAT Indonesia, yaitu organisasi non-pemerintah (LSM) dan organisasi jaringan global yang didedikasikan untuk mengakhiri eksploitasi seksual komersial anak - commercial sexual exploitation of children (ECPAT), saya menemukan kesan yang sama.

Saat menghadiri,  ECPAT Indonesia pada 20 Agustus 2013  yang lalu tersebut , dengan mengusung tema "The Scope and Magnitude of Online Sexual Abuse of Children in Indonesia",  masing-masing perwakilan dari lembaga negara dan beberapa LSM mengakui bahwa sangat minim sekali koordinasi lintas bidang/lembaga/kementrian maupun LSM itu sendiri. Sehingga kesannya, semuanya berjalan sendiri-sendiri lagi, dengan cara yang menurut mereka baik namu ujung-ujungnya tidak mampu menyelesaikan masalah yang ada.

Bukan saja itu, dalam berbagai FGD, forum resmi dan non resmi dengan berbagai LSM, saya juga menemukan kesan yang sama. Bahkan sudah berkali-kali dengan lantang saya berbicara agar segera melakukan koordinasi rutin untuk mencari solusi yang tepat. Entah dijalankan atau tidak, namun tetap saja masih terjadi "saling mempermasalahkan".

Akhirnya ketika berada dalam system yang sedemikian rupa, tinggal memilih saja "stay or leave it". Kesan yang saya dapat seolah-olah semua pihak merasa yang terbaik dan berloba-lomba untuk mendapat megakuan dari masyarakat atau dengan tujuan lain meyakinkan para "donatur" asing agar setia menopang program-program mereka. Arogansi seperti ini adalah hambatan dari cinta-cita dan keinginan bersama bisa terwujud.

Sehingga dalam kesimpulan saya, kalau keadaannya masih seperti demikian, termasuk pegakuan Mrs X bahwa ada lembaga yang ragu bertindak untuk sesuatu yang jelas-jelas dapat mengancam keamanan Negara dan tidak mendidik generasi muda Indonesia. "Ragu, malas atau enggan" saya tidak tahu, yang pasti, bila keadaan masih terus bertahan  maka bukan menjadi semakin baik namun akan semakin semrawut, dan pertarungan saling menyalahkanpun akan terus berlanjut. Kalau sudah begitu, maka semakin marak pula masyarakat melakukan pelanggaran hukum dalam bidang ini, dan merasa sah-sah saja dan berpikir bisa "kabur" begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun