Kalau kemudian Bapak Presiden Jokowi menunjuk Prabowo Subianto sebagai pihak yang diberi tugas untuk memimpin dan mengkoordinasikan soal ketahanan pangan, maka hal tersebut bukan berarti bahwa Kementerian Pertanian gagal menjalankan tugasnya.
Hal tersebut merupakan bukti bahwa soal ketahanan pangan bukan soal tehnis semata, terkhusus soal tehnis bercocok tanam.
Banyak variabel yang harus diperhatikan terkait ketahanan pangan, mulai dari soal ketersediaan lahan, ketersediaan air, ketersediaan infrastruktur yang mendukung Lahan Pangan tersebut, kegiatan yang terkait dengan bercocok tanam, hingga paska panen.
Katakanlah produksi melimpah,lalu penyimpanan hingga pengiriman ke konsumen akhir juga jadi pertimbangan.
Bentuk sederhananya ketika sukses produksi pangan di pedalaman Papua, ketika barang tersebut dibawa ke konsumen di daerah perkotaan Papua apalagi jika dikirim ke luar pulau Papua.. jatuhnya barang tersebut tidak kompetitif karena mahal di biaya transportasi..
Sehingga jika menyangkut Pedalaman Papua, target minimal sebatas untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat pedalaman Papua itu sendiri, baru jika transportasi murah karena jalanan sudah terhubung dan bagus bisa dikirim ke kota atau luar Papua.
Intinya adalah bukan saatnya untuk saling menyalahkan terkait kebutuhan import Pangan yang semakin meningkat.
Tapi akan lebih baik bila semua pihak terkhusus instansi pemerintah baik vertikal maupun horizontal untuk bisa saling berkoordinasi dan bersinergi agar ketahanan pangan nasional dan regional bisa tercapai.
Akan lebih baik lagi bisa meningkat menjadi eksportir bahan pangan semisal ubi kayu, gula aren,umbi umbian tropis dsb.