Katakanlah bang Rhomy betul membantu memuluskan seseorang memperoleh jabatan dan atas bantuan tersebut sebagai rasa terima kasih bang Rhomy dapat imbalan jasa ya wajar wajar saja.
Tidak ada unsur kerugian Negara,tidak ada unsur melawan hukum karena bang Rhomy tidak dalam posisi sebagai pihak yang mengambil keputusan,jadi apanya yang salah??.
Jelas pihak KPK berdalih punya bukti rekaman pembicaraan,ada give and take ya wajar wajar saja masak mau dapat kursi jabatan tidak mau keluar duit,sementara ada pihak lain yang mau keluar duit,jelas pilih yang mau keluar duit.
Itulah REALITAS kekuasaan saat ini,dimana kekuasaan telah jadi barang "rebutan",jelas butuh daya upaya yang besar untuk memperolehnya.
Pertanyaan besarnya kemudian adalah mengapa bang Rhomy yang disasar?? Mengapa bukan yang lain?? Sementara sudah jadi rahasia umum bahwa untuk dapat kekuasaan butuh kompensasi ,bisa berupa beli kursi,bisa juga kasih upeti,kasih konsesi dsb,intinya tidak ada yang gratis.
Dari sini muncul dugaan bahwa kasus OTT bang Rhomy bukan murni masalah hukum,tapi ada unsur politik didalamnya.
Dalam PILEG 17-4-2019 banyak PARPOL yang ikut memperebutkan kursi legislatif (pusat/daerah) jelas terjadi persaingan yang keras.
Pada titik inilah pembunuhan karakter terkait OTT bang Rhomy terjadi,target jelas disamping bang Rhomy sendiri juga PPP sebagai PARPOL yang dipimpin bang Rhomy.
Bila sampai saat ini pihak KPK tetap berkeras bahwa kasus OTT Â bang Rhomy murni masalah hukum,KPK tidak bisa diintervensi ......bla.....bla...
Sebaiknya KPK belajar politik,belajar menimbang dampak politik yang ditimbulkan oleh OTT KPK...dsb
Kesannya kok jadi menggurui KPK, seolah KPK pura pura tidak tahu padahal sangat tahu...Mungkin cuma tidak sanggup hadapi "invisible hand"...