Yang dimaksud politisasi masjid adalah masjid digunakan sebagai ajang kampanye pihak "tertentu" digunakan untuk menyebarkan faham kebencian digunakan untuk menentukan pemerintahan yang sah digunakan untuk mengganti dasar negara Indonesia yaitu Pancasila dsb.
Faktanya baik yang menentang maupun yang mendukung politisasi Masjid,sama sama melakukan politisasi masjid untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Artinya sejauh "politisasi masjid"itu menguntungkan kepentingan diri dan kelompoknya maka sah sah saja dilakukan.
Sebaliknya bila merugikan kepentingan diri dan kelompoknya maka "politisasi masjid"dilarang dengan beragam alasan.
Dari pandangan tersebut sebaiknya Pemerintah membuat regulasi/payung hukum untuk memberi kewenangan aparat pemerintahan terbawah,yaitu setingkat Kelurahan.
Yang isinya, "pemerintahan setingkat Desa diberi kewenangan mutlak untuk bisa memberi atau tidak memberi ijin kegiatan "politik/politisasi"tempat ibadah agama apapun juga."
Aparat setingkat Kelurahan juga diberi kewenangan untuk menghentikan kegiatan  "politik/politisasi"tempat ibadah,ketika kegiatan tersebut sedang berlangsung.
Harapannya jelas ada upaya untuk memberdayakan pemerintahan terbawah (kelurahan) sedang aparat penegak hukum atau kepolisian sifatnya memberi bantuan bila aparat kelurahan mengalami kesulitan.
Sudah saatnya politisasi tempat ibadah tidak ditafsirkan semaunya sendiri akan lebih baik memberdayakan pemerintahan yang paling bawah untuk secara persuasif mengendalikan kegiatan dilingkungannya,termasuk tempat ibadah.