Faktanya adalah disatu sisi prosentase pengguna narkoba makin banyak,disisi lain "modus"penyebaran narkoba makin beragam dan makin sulit dikendalikan,akibat itu semua narkoba selalu tersedia dipasaran,hampir tidak ada kelangkaan di pasaran,konsumen selalu dapat akses informasi untuk mendapatkan narkoba.
Kalo toh terjadi aksi penangkapan "besar besaran"narkoba,disamping tidak mengakibatkan kelangkaan di pasaran,kesan yang muncul adalah "aparat"cuma sekedar dimanfaatkan para bandar untuk menghalangi pesaingnya memasuki pasar narkoba yang dikuasai bandar tersebut.
Setuju tidak setuju NARKOBA baik yang legal maupun yang illegal peredarannya makin meningkat,kalo toh aparat bisa kendalikan NARKOBA yang illegal,maka NARKOBA yang legal siap menggantikannya.
Kombinasi minuman beralkohol dengan minuman energi atau dengan obat golongan "benzodiazepam" sudah jadi modus baru pengguna narkoba diseluruh dunia,bahkan kematian artis cantik India Sridevi Kapoor patut diduga juga akibat penggunaan kombinasi alkohol dan obat benzodiazepam tersebut.
Kita boleh tidak setuju soal NARKOBA karena memang faktanya terbukti merusak,tapi kita juga harus "Realistis"bahwa pengguna narkoba makin banyak dan NARKOBA telah jadi bisnis yang nilainya trilyunan rupiah,lebih besar dari kewajiban Indonesia mencicil hutang pokok berikut bunganya pertahun.
Yang bisa dilakukan Negara adalah memberikan pilihan ke konsumen NARKOBA agar mau beralih ke NARKOBA yang lebih "aman"sekaligus diberi penyadaran secara bertahap bisa hentikan penggunaannya.
Disamping itu merubah bentuk hukuman penjara menjadi hukuman denda bagi para pengedar dan bandarnya.
Harapan selanjutnya adalah dalam soal NARKOBA ini posisi Negara tidak dirugikan karena harus menghidupi narapidana,tapi justru dapat pemasukan.
Merubah hukuman penjara/mati menjadi hukuman denda mampu membantu kesulitan Negara dalam membiayai operasional Negara.