Kajati Jakarta meninjau GBK yang lagi direnovasi dan nelan anggaran 650 milyar rupiah an,menurut bapak Kajati tidak ditemukan adanya korupsi dalam proyek tersebut,semua sesuai prosedur yang berlaku.
Ada uang 650 an milyar dan tidak ditemukan korupsi,semuanya jelas,ada payung hukumnya dalam penggunaan anggaran,sudah diaudit oleh auditor negara....dan SAH.
Tidak korupsi bukan berarti tidak terjadi pemborosan anggaran dan itulah "modus" dalam praktek penganggaran sejak dari level pusat hingga level daerah.
Biaya perjalanan dinas,kunjungan kerja,studi banding,pelatihan,sosialisasi dsb adalah bentuk pemborosan yang "legal".
Saat ini sudah ada media sosial,ada internet,ada youtube,ada google dsb....lha ngapain pake anggaran keluar daerah/studi banding. Sayangnya baru model begitu saja sudah trilyunan rupiah uang negara habis.
Belum lagi proyek perbaikan jalan,perbaikan gedung,perkantoran,pengadaan barang dan jasa yang terkesan di ada adakan.
Sumber masalah dari praktek pemborosan anggaran tersebut karena moralitas berkurang,sense of crisis tidak ada,tidak peduli uang dari mana yang penting boros dan boros sekali.
Sayangnya praktek pemborosan disegala bidang tersebut didukung oleh kajian akademis,dilakukan secara legal,terstruktur,sistemik dan massive....ujung ujungnya negara makin kewalahan memenuhi ambisi "boros" tersebut.
Ada PNS selama 30 tahun jadi PNS baru merasakan perjalanan Dinas tidak lebih 5 kali ,dan PNS model demikian menduduki mayoritas PNS di Indonesia.
Artinya sebetulnya bila ada niat,perjalanan dinas,sosialisasi,pelatihan atau sejenisnya bisa diperkecil,kalau perlu dihapus mengingat kondisi keuangan negara lagi sulit.
Intinya upaya memperbaiki keuangan negara dari sisi pemasukan harus juga diimbangi dari sisi pengeluaran,baik secara kualitas maupun kuantitas.