Sastra adalah media penyembuhan. Mengapa ? Tentu saja ada alasannya. . Apalagi kalau dicermati dengan saksama, ternyata, dalam sastra ada istilah katarsis,yang dipahami sebagai sarana penyembuhan. Wikipedia (ensiklopedia bebas) mendeskripsikan asal-muasal kata "katarsis" atau katharsis, (dari bahasa Yunani: κάθαρσις) pertama kali diungkapkan oleh para filsuf Yunani, yang merujuk pada upaya "pembersihan" atau "penyucian" diri, pembaruan rohani dan pelepasan diri dari ketegangan.
Lalu mengapa dalam karya sastra sering orang menyebutnya? Ternyata menurut Rektor Universitas Flores, Stephanus Djawanai, kata katarsis tersebut sering digunakan karena melalui cerita orang bisa sembuh dari sakit. Sastra merupakan media penyembuhan, yakni melalui proses penceritaan dalam sastra, orang yang menyimak bacaan itu, pasti sembuh."Dalam karya sastra dipahami sebagai sarana penyembuhan", ujar Rektor Stephanus dalam acara Temu II Sastrawan NTT di Aula Unflor.
Dalam Temu II sastrawan NTT itu, Rektor Unflor mengapresiasi salah satu sajak W.S Rendra. Mengacu pada hasil apresiasinya itu, Sang Rektor menandaskan bahwa yang jauh lebih penting dalam semua ilmu , bukanlah bagaimana ilmu tersebut menghidupi memori manusia tetapi sebaliknya apakah disiplin ilmu tersebut mengandung daya imajinasi Rektor Unflor memberi contoh praktis. Seorang pasien yang berkonsultasi dengan seorang dokter. Pasien jadi sembuh, justeru karena adanya proses dialog dan saling bercerita dalam proses tersebut.
Apa yang diungkapkan sang Rektor itu, benar adanya. Sastra tidak semata bersifat fiktif atau daya khayal seseorang, akan tetapi kehadoran sastra membuat seseorang bisa tersenyum, bisa marah atau sejenisnya, lantaran hasil dialog dalam karya sastra tersebut. Itu pula sebabnya, orang kalau berhadapan dengan karya sastra, bisa berjam-jam mencari di mana inti pembicaraan dalam karya sastra yang dibacanya. ***)
*) Keterangan Gambar: Sebelah kiri Sastrawan Gerson Poyk ini adalah Rektor Universitas Flores, Stephanus Djawanai (foto Usman D.Ganggang)