Oleh Usman D.Ganggang*)
Judul Buku : Bahasa Kalbu
Penulis : Eva Devlina
Penerbit : Majalah Sastra Maya & Halaman HudanÂ
Tahun Terbit : Â Februari, 2018
Membaca cover buku ini, pembaca langsung terseret ke dalamnya. Pasalnya, meski judul yang hanya terdiri dari kata, tokh bakal menghadirkan decak kagum, "puitis", begitu gumam pembaca atau penikmat. Bagaimana tidak? Ketika mencermati lebih jauh, langsung penikmat diberitahu bahwa  kompilasi puisi ini, mau berbicara bahasa kalbu. Spiritnya sangat mempengaruhi pembaca, agar senantiasa memahami bahasa kalbu, yang terkadang orang lupa memperhatikannya.
Kompilasi Puisi bertajuk "Bahasa Kalbu" karya penyair Batam, Eva Devlina ini, tentu bukan hadir tanpa pijak. Dia hadir ke tengah pembaca, bermula dari pergulatan nurani penyairnya  terhadap fakta riil di lapangan, dalam hal ini, penyair menyaksikan sendiri, kondisi alam, politik, sosial, agama, hati dan juga kehidupan umat manusia yang diamatinya. Hasil penggelandangan imajinasinya terus dirangkai indah jadi sebuah berkah.
Harus diakui, peran sastrawan (penyair) dalam mengantisipasi permasalahan yang ada di sekitarnya, memang ,sangat penting artinya.  Sebab diakui, bahwa karya sastrawan  dapat memberi kontribusi terhadap penguatan upaya pencegahan masalah sekaligus dapat dijadikan "amunisi", juga sebagai pengobatan terhadap masalah yang telah terjadi. Tapi yang dominan adalah pencegahan terhadap masalah, sehingga persoalan yang selalu melilit prinbadi seseorang dapat dicegah, melalui pesan atau amanatnya dalam karya nyatanya (baca : melalui puisi misalnya, pembaca diajak untuk mendengarkan kata hati).
Disadari, para penyair, mempunyai kekuatan dalam meredam kekerasan seperti terungkap di atas. Sastrawan mempunyai solusi, atau langkah praktis mengantisipasi masalah kekejian, kekejaman, kekerasan dan  atau terorisme, melalui penanya. Pena ini berjalan melalui membaca isi alam, dan ketika ilham datang bertandang, kata Eva Devlina, "Kurajut jadi puisi kalbu, larut masuk ke rongga jiwa sang peminta seolah aku adalah mereka".
Prof.Haji Hudan Hidayat Gozali pun, memuji hasil olah kata Eva. Kata dia, Eva Devlina memulai puisi"Tentukan Takdirmu" dengan kata-kata,"Kalau senang kau lupa pada-KU".Jadi, dindaikan Allah yang berbicara, andaian yang datang dari pernyataan begitu bening tentang kondisi manusia. "Sebenarnya Eva di sini memang mengutip-NYA lewat poin-poin dalam kitab suci", tulis Prof.Hudan dalam Kata Pengantar Buku ini..
Kompilasi Puisi yang halamannya berjulah 88 + xxxiii halaman ini, memang sarat makna. Puisi-puisi yang terdeskripsi di dalamnya, berbicara berbgai masalah, tapi penikmat diminta berusaha sendiri karena penyairnya hanya membuka ruang buat pembaca untuk bertanya. Apalagi, terkait tema yang diangkat, penyair cukup matang dalam penyajian tema, pilihan kata (diksi) dan makna terkandung di dalamnya. Kokretnya, aspek intesifikasi dan aspek konsentrasi memang diperhatikan betul oleh penyairnya. Sehingga aspek imaji pun terasa mengambil tempat. Konkretnya, konsentrasi Eva sebagai penyair tetap terjaga atau terikat, Â sehingga makna-makna puisinya, baik makna yang tersurat maupun yang tersirat terasa mengambil tempat.
Mencermati isi karya sastra penyair dalam buku yang bertajuk ""Bahasa Kalbu"ini, akhirnya kita berkesimpulan, sastra ternyata bisa menjadi artikulasi dalam mewujudkan perdamaian dan seiring itu sastra bisa menjadi 'amunisi' untuk berperan aktif menanggulangi dan mencegah persoalan-persoalan yang sering datang tanpa diundang. Mau bukti? Mengapa kita pasang senyum di bibir ketika membaca karya sastra? Mengapa pula kita marah?
Apakah karya sastra  Eva yang terkumpul dalam buku kompilasi ini  dapat menjawab bahwa sastra bisa menjadi 'amunisi' untuk menembak permasalahan yang ada? Jawabannya, ada,. Prof Hudan Hidayat Gozali, yang adalah presiden Majalah Sastra Maya ini,  menarasikannya dengan indah dan tepat terkait olah kata Eva Devlina. Kata Prof Hudan, "Ia kembali ke muasal dari hubungan yang semestinya, hubungan yang diatur oleh-NYA, yaitu kasih dan sayang dalam bentuknya yang sempurna, walau di aku ditinggalkan oleh si kamu, si aku dengan tenang mengendalikan secara dingin karena tahu ada Allah di hatinya.
Iya, ada Allah di hati itu adalah "amunisi" yang dimaksud. Dalam berkarya Eva Devlina  memang senantiasa dipandu oleh iman kepada-NYA. Mari kita nikmati karyanya berikut ini berjudul Lafaz dzikir" dalam Buku "Bahasa Kalbu ( 2018 : 6) !berjudul : Lafaz dzikir