Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Penyair! Mengapa Bukan Pemuisi, Penyajak, atau Pemantun?

11 Maret 2013   11:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:58 10335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam sebuah kegiatan sastra, belum lama ini, di daerah penulis, ada yang bertanya,”Pak, mengapa orang yang menulis puisi itu bukan disebut pemuisi, penyajak atau pemantun?” Belum sempat dijawab, tiba – tiba kemudian, terdengar gumam,” Penulis sajak bukankah penyajak? Penulis puisi bukankah pemuisi? Penyusun pantun bukankah pemantun? Malah yang didengar adalah penyair. Ada apa di balik semua ini?”, sambung yang lainnya.

Pertanyaan demikian, patut diacungi jempol. Bagaimanapun juga, masih banyak di antara kita yang belum paham betul, mengapa justru sebutan penyair yang dominan tinimbang dengan sebutan lainnya. Nah, untuk itu, dibutuhkan analaisis jitu sebagai langkah praktis untuk menemukan jawabannya. Pasalnya, si penanya, paling kurang, paham akan jenis kata dengan segala penafsirannya, terkait dengan kehadiran imbuhan, baik prefiks (awalan) , infiks (sisipan), sufiks (akhiran), maupun konfiks(gabungan) dalam sebuah kata yang didengarnya atau diungkapkannya dalam sebuah wacana.

Sekedar contoh: Orang yang melakukan kegiatan penelitian disebut peneliti. Orang yang melakukan kegiatan membeli disebut pembeli; dan orang yang ahli di bidang apotek disebut apoteker. Nah, mengapa kalau orang yang ahli menggubah puisi atau penggubah sajak tidak disebut pemuisi atau penyajak, malah disebut penyair?Maka, kita pun mendengar nama penyair seperti : penyair Taufik Ismail; penyair Yudhistira Ardi Nugraha; penyair Amir Hamzah, dan bukan penyajak Taufik Ismail, bukan pemuisi Yudhistira Ardi Nugraha, bukan pemantun Sutan Ali Haji ? Iya, cara berpikir seperti ini, ada benarnya. Namun demikian, kalau dikaitkan dengan salah satu pengertian bahasa, yakni bahasa adalah konvensi ( kesepakatan) masyarakat pengguna bahasa, maka cara berpikir kita pun akan berubah. Begitulah yang terjadi pada permasalahan yang diungkapkan di atas.

Maka jika kita sepakat, mengapa salah, yang menggubah puisi disebut penyair? Dan bukan yang lainnya? “Hehehe…, tambah bingung nih!” gumam pembaca. “Tidak perlu bingung, masih ada jalan lain yang lebih pas,” “Lebih pas bagaimana tanggap pembaca?”. OK, Jika dicermati dari perkembangan istilah sastra terutama di Indonesia, maka akan ditemui istilah – istilah sebagai berikut: pantun, syair, gurindam, puisi dan sajak. Kehadiran sitilah – istilah tersebut tidak terlepas dari sejarah kehadiran bentuk karya sastra yang ada. Misalnya, pantun itu sendiri, adalah puisi asli Indonesia sejak zaman Melalyu. Syair dari kata syuur yang artinya perasaan itu, berasal dari bahasa Arab ( ingat kehadiran Islam di Indonesia), dan gurindam hadir bersama kehadiran Hindu di Indonesia.

Dengan demikian, jelaslah kiranya bahwa syair hadir bersama masuknya agama Islam ; gurindam hadir bersama masuknya agama Hindu di Indonesia sedang pantun adalah puisi asli Indonesia. “Bagaimana bentuk dari karya tersebut?” tanya pembaca karena tak puas. Pertama, pantun yang asli Indonesia itu dikenal sejak lama dari Sabang sampai Mauroke. Inilah bentuknya: Dari mana datangnya linta dari sawah turun ke kali dari mana datangnya cinta / dari mata turun ke hati Dan syair? Contohnya berikut ini:/ apalah daya patik tuanku kepada siapa tempat mengadu ke sana sini tiadalah tentu laksana ayam tiada beribu Lalu, puisi atau sajak?

Konkretnya, istilah puisi dan sajak adalah dua buah istilah dalam bidang kesusastraan yang baru dikenal kemudian. Bentuk puisi lama yang lebih dulu dikenal adalah pantun dan syair. Pemantun diartikan orang yang mengucapkan pantun, sedangkan penyair diartikan penggubah syair. Kemudian diluaskan artinya menjadi penggubah semua bentuk bahasa terikat seperti syair itu atau syuur itu.

Jadi, kata penyair mengandung dua makna yakni makna yang sempit” penyusun syair salah satu bentuk puisi lama; sedangkan makna yang luas “penggubah puisi atau sajak” seperti Chairil Anwar; W.S Rendra; Sutardji Calzoum Bachri; Elkacen; S.Samada, dll. Lalu, di mana letak istilah penyajak dan pemuisi? Yang jelas, karena ada kesepakatan bahwa penggubah puisi atau sajak disebut penyair, maka istilah pemuisi dan penyajak memang tidak biasa dipakai. Iya, sekali lagi di sini, soal kebiasaan yang diterima oleh masyarakat pemakai bahasa terkait dengan makna konvensi di atas tadi. ***

Catatan :dari berbagai sumber.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun