Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jiwa Santri dan Ironi Pelajar Kita

7 Februari 2018   20:10 Diperbarui: 9 Maret 2018   00:29 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu, publik dikagetkan dengan berita meninggalnya seorang guru pada salah satu SMA di Sampang Madura. Kaget, karena guru itu tewas akibat ulah tak bermoral muridnya sendiri.

Ironis memang, betapa seorang guru yang mestinya digugu dan ditiru malam menjadi bulan-bulanan pukulan sang murid yang dihujamkan kepadanya. Apalagi kasus itu berawal dari teguran sang guru kepada muridnya yang membuat gaduh suasana pembelajaran.

Tak lama berselang, publik kembali dibuat geram akibat ulah seorang murid yang menantang duel gurunya. Kabar yang beredar melalui video dan viral di media sosial itu terjadi pada sebuah sekolah yang belakangan diketahui terjadi di di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Ma'arif Krenceng, Kecamatan Kejobong, Purbalingga, Jawa Tengah.

Berbeda dengan kasus pertama, kasus kedua ini bermula atas pengaduan masyarakat terkait siswa bersangkutan yang sering bolos sekolah. Karena tak terima, saat emosinya memuncak, sang siswa menanggalkan bajunya dan lagsung ajak duel gurunya.

Ditengah gencarnya pemerintah meningkatkan mutu pendidikan yang dibarengi dengan gelontoran APBN kita untuk sektor pendidikan, ternyata celah kasus model demikian masih saja menganga. Inilah bagian dari refleksi atas kedua kasus yang bikin heboh dunia pendidkan kita itu.

Kedua kasus itu tak ayal membuat pilu bangsa ini yang sedang tak henti-hentinya menangkis berbagai gempuran yang mengancam masa depan generasi muda kita. Mulai dari narkoba, radikalisme, terorisme, dan lainnya. Apapun alasannya, prilaku kekerasan itu tak dibenarkan.

'Revolusi Mental' yang digadang-gadang pemerintah Jokowi -- Jk bak kena batu sandungan atas kasus itu. Pendidikan karakter di sekolah saja rupanya belum cukup karena mesti ditopang oleh pendidikan diluar sekolah baik di rumah melalui orang tua dan lingkungan.

Tak elok juga bila kita melulu "menghakimi" si murid pada kedua kasus itu. Boleh jadi di sekolah dia diajarkan sikap hormat dan anti kekerasan tetapi di rumah atau di lingkungan dia selalu melihat praktik kekerasan.

Tanpa bermaksud mengenelisir, diera digital sekarang ini, anak-anak tanpa sekat ruang dan waktu bisa dengan leluasa mengakses visualisasi kekerasan di genggamannya sendiri melalui gadgetnya. Ditambah tayangan televisi yang seringkali jauh dari pesan edukasi.

Diakui atau tidak, kondisi ini sangat berpotensi membuat anak menjadi pelaku kekerasan. Atas fakta itu, penulis tak jarang dampingi anak saat nonton televisi sebagai upaya menutup ruang praktek kekerasan yang merasuki imajinasinya.

Sebagai orang yang pernah alami menjadi tenaga pendidik, penulis rasakan betul dilema disaat sedang jalani proses mengajar pada siswa. Sebuah teguran saja bisa tersangkut pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak, tidak sedikit guru yang tersangkut masalah hukum meski sekedar memberi sanksi disiplin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun