Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Freelancer - Pensiunan yang ingin terus menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Berusaha menuliskan apa saja yang bermanfaat, untuk sendiri, semoga juga untuk yang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menulislah!

30 Juli 2020   09:55 Diperbarui: 30 Juli 2020   09:58 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam sebuah diskusi tentang menulis di sebuah grup Whatsapp (WA), ada salah seorang teman yang bertanya, "Kalau di dalam Al-Quran ada perintah membaca dengan firman Allah 'Iqra!' (bacalah!) apakah ada juga perintah untuk menulis?"

Wah, ini pertanyaan sederhana tapi untuk menjawabnya perlu membuka Al-Quran terlebih dahulu. Maka, saya pun memanfaatkan sebuah perangkat lunak (software) untuk mencari sebuah kata dalam Al-Quran. Kemudian mulai searching (mencari) kata 'menulis'. Bingo, ketemu. Ada kata 'Uktubuu!' yang artinya 'maka tuliskanlah!' Istimewanya, kata ini terdapat pada ayat terpanjang di antara semua ayat Al-Quran, yaitu di ayat 282 surat Al-Baqarah. Ayat ini panjangnya menghabiskan satu halaman mushaf.

Walaupun perintah menulis dalam ayat tersebut spesifik untuk menuliskan hal-hal yang bersifat administratif, justru ini menjadi penekanan akan pentingnya pekerjaan menulis tersebut. Menulis, dalam hal ini untuk menjaga hal-hal yang tidak diharapkan terjadi dalam hubungan perjanjian antara dua manusia. Supaya lebih jelas posisi aktivitas menulis dalam ayat 282 tersebut, baiknya kita baca keseluruhan ayat tersebut secara lengkap.

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah (jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, dll.) tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). 

Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. 

Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu 'amalahmu itu), kecuali jika mu 'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 282)

Panjangnya ayat ini menjelaskan pentingnya urusan administrasi dalam sebuah perjanjian. Dan inti dari pekerjaan administrasi adalah pekerjaan TULIS-MENULIS. Dengan adanya kesepakatan tertulis, hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam sebuah perjanjian bisa dihindari. Sehingga, menulis menjadi sesuatu yang tidak bisa dianggap enteng.

Islam sangat memandang pentingnya aktivitas menulis selain membaca. Ketika terjadi perang Yamamah, banyak yang syahid dari kalangan kaum muslimin. Dan yang mereka yang syahid tersebut kebanyakan para penghafal Al-Quran. Saat itu Al-Quran belum ditulis dalam arti dikumpulkan menjadi sebuah kitab. Ketika Rasulullah menyampaikan wahyu, para sahabat hanya menghafalkannya dan ada juga yang menuliskannya di daun lontar, tembikar atau benda apa pun yang bisa dijadikan sebagai media tulis.

Nah, setelah perang Yamamah, saat para penghafal Al-Quran banyak yang meninggal (syahid), Abu Bakar Ash-Shidiq yang saat itu menjabat sebagai Khalifah, merasa cemas akan hilangnya ayat-ayat Al-Quran. Maka, dia pun ber-ijtihad atau mengambil keputusan untuk menuliskan ayat-ayat Al-Quran yang berceceran itu dan mengumpulkannya menjadi sebuah mushaf (kitab). Peristiwa ini menunjukkan pentingnya aktivitas menulis. Dengan menuliskannya menjadi sebuah mushaf, kita sekarang dapat membaca Al-Quran secara lengkap dan mudah.

Begitu juga dengan hadits. Apa pun yang dikatakan (diperintahkan) dan diperbuat oleh Rasulullah SAW yang harus kita ikuti dan jadikan acuan dalam beraktivitas, menjadi tersampaikan kepada kita karena jasa para periwayat hadits, yang telah menuliskannya. Walaupun perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW itu terjadi lima belas abad yang lalu.

Selain itu, dengan menuliskannya, orisinalitas atau keotentikan Al-Quran dan Hadits dapat selalu terjaga sepanjang masa. Ayat Al-Quran yang kita baca hari ini sama dengan yang dibaca oleh para sahabat dahulu ketika mereka mendengar langsung dari Rasulullah SAW. Begitu pun dengan hadits. Orisinalitas Al-Quran dan hadits ini akan terus terjaga sampai kapan pun. Dan, ini karena aktivitas MENULIS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun