Dalam bahasa Arab ada kaidah, 'Faqidusy sya'i laa yu'tihi'. Artinya, 'Yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberikan sesuatu'. Maksudnya adalah, seseorang tidak dapat memberikan sesuatu kepada orang lain, manakala dia tidak memiliki sesuatu yang akan diberikan itu. Dalam arti lain, kita bisa memberi sesuatu ketika kita memiliki sesuatu itu.
Di dunia kepenulisan juga ada kaidah yang hampir mirip maknanya dengan kaidah Arab di atas. Yaitu, 'Menulis adalah proses mengeluarkan isi kepala. Dan membaca adalah proses mengisinya'. Maksud dari kaidah tersebut adalah, ketika menulis sebenarnya kita sedang menggali berbagai informasi yang terpendam di dalam memori otak kita, di mana berbagai informasi itu masuk dan tersimpan dalam memori otak kita melalui membaca, melihat, menonton, atau mendengar.
Ketika sedang membaca, melihat, menonton atau mendengar sesuatu, sebenarnya kita sedang menyerap atau memasukkannya ke dalam kepala sesuatu tersebut dan menyimpannya dalam memori otak kita. Dengan kata lain, saat membaca berarti kita sedang mengisi kepala (otak) kita yang akan dikeluarkan ketika menulis.
Aktivitas menulis memang tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas membaca. Bagaikan dua sisi mata uang. Tidak mungkin seseorang menjadi penulis kalau dia bukan seorang pembaca (punya kebiasaan membaca). Walaupun mungkin saja ada penulis yang tidak suka membaca. Tapi bisa dipastikan tulisan-tulisannya akan kaku atau tidak variatif. Sederhananya, menulis sama dengan mengeluarkan sesuatu yang kita simpan melalui membaca. sehingga tidak berlebihan kalau ada yang mengatakan, jika kita ingin menulis sebuah buku, maka bacalah setidaknya empat buku.
Ada beberapa quote yang menjelaskan bahwa membaca sama dengan menyerap pengetahuan. Misalnya quote 'buku adalah jendela dunia', maksudnya dengan membaca buku sama dengan kita sedang menatap dunia dan menyerap berbagai informasi yang ada di dalamnya. Atau quote 'membaca adalah melakukan perjalanan tanpa bepergian', maksudnya dengan membaca sama dengan melakukan sebuah perjalanan yang tentu dalam perjalanan itu kita menemukan berbagai hal menarik.Â
Atau ada juga quote 'buku adalah gudang ilmu', ini juga bermaksud menegaskan bahwa dengan membaca buku kita akan mendapatkan ilmu yang banyak. Jadi, semakin banyak membaca maka semakin banyak pula informasi yang tersimpan dalam memori otak kita, dan itu menjadi modal bagi seorang penulis.
Rasulullah SAW bersabda, "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya." (Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026). Kalau ilmu itu diibaratkan binatang buruan, maka dengan membaca kita telah menangkap binatang buruan itu dan kemudian kita mengikatnya supaya tidak kabur dengan menulis. Erat sekali hubungan antara menulis dengan membaca. Seseorang yang gemar membaca tanpa menjadi penulis, hanya akan menangkap ilmu dan menumpuknya dalam memori otaknya, yang lama-lama akan hilang.
Ketika Anda berkeinginan menjadi seorang penulis maka mau tidak mau Anda harus banyak membaca. Dengan rutin membaca dan menulis maka otak Anda dibuat bekerja. Jika rutin digunakan, otak Anda akan menjadi dan selalu fresh. Otak Anda bagaikan pisau, semakin sering dipakai, ketajamannya akan selalu terjaga.
Coba saja bayangkan, atau kalau perlu praktekkan. Anda membeli dua buah pisau yang sama. Kemudian yang satu Anda simpan dan yang satunya Anda pakai sehari-hari. Setelah beberapa bulan coba perhatikan, pisau yang disimpan tentu akan menghitam karena berkarat dan menjadi tumpul. Sementara pisau yang dipakai tetap terjaga ketajamannya.
Dengan menulis Anda menjadi terbiasa merangkai sebuah kalimat untuk menyampaikan sebuah maksud, juga terbiasa menghubungkan sebuah peristiwa dengan peristiwa yang lain dalam alur yang logis. Dan kebiasaan ini akan terbawa juga ke dalam komunikasi verbal. Anda jadi terbiasa memilih dan menyusun kata atau kosakata ketika akan berbicara, baik berbicara dalam sebuah dialog atau berbicara dengan orang lain, maupun berbicara ketika Anda pidato, ceramah atau presentasi.
Dengan menulis Anda akan menjadi pintar, karena: