Mohon tunggu...
Aniza Ambarwati
Aniza Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidik, Penulis, dan mahasiswa magister

A critical person who likes reading, writing, studying, and travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Buat Apa Menikah dan Punya Anak?

11 Maret 2018   23:32 Diperbarui: 20 Maret 2018   13:10 4120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap pasangan menikah pasti menginginkan anak. Ya, hampir semua orang menginginkan keturunan yaitu anak kandung. Tapi anak kandung adalah rezeki yang hanya Tuhan yang tahu, sama seperti jodoh dan maut. 

Setiap pasangan berhak memimpikan memiliki anak kandung tapi bagaimana jika Allah tidak berkehendak? Lantas, jika salah satu pasangan tidak subur, apakah hal ini patut menjadi alasan untuk berpoligami atau bahkan bercerai? Apakah tujuan pernikahan semata-mata hanya untuk memiliki anak? Pertanyaan lebih besar lagi, apa alasan mendasar punya anak?

Tujuan Pernikahan

Pernikahan adalah jalan untuk menyempurnakan separuh agama. Setiap manusia yang sudah mampu dianjurkan untuk segera menikah. Namun fenomena yang terjadi pada masyarakat sekarang adalah tingginya angka perceraian. 

Entahlah, pernikahan seolah hanya dianggap ikatan seperti pacaran. Dengan alasan sepele "sudah tidak cocok", ceraipun menjadi jalan pintas. Pernikahan seolah hanya dianggap ikatan biasa saja, ketika sudah merasa cocok, langsung menikah maka ketika sudah tidak cocok pun, mudah saja bercerai.

Ketahuilah, pernikahan merupakan salah satu dari 3 perjanjian besar yang disebutkan dalam Al-Quran (Miitsaqan Ghaliizzha). Pertama, perjanjian dengan kaum Bani Israil. Kedua, perjanjian antara Allah dan Rasulnya. Ketiga, perjanjian manusia dengan Tuhan yang disebut pernikahan. Jadi, ijab qabul yang kamu ucapkan di depan penghulu/wali adalah janjimu pada Allah. 

Entah, sebenarnya mereka yang menikah, menyadari hal tersebut atau tidak. Atau menikah, ya menikah saja. Mungkin kalau mereka yang menikah memahami arti dari ijab qabul, mereka tidak akan dengan mudahnya memutuskan bercerai. Bahkan mungkin memikirkan matang-matang sebelum memutuskan menikah.

Pernikahan bukan hanya menyatuhkan dua kepala, tapi juga dua keluarga. Pernikahan bukanlah pesta menjadi Raja dan Ratu sehari, bukan tentang seberapa mewah gelaran pestamu. 

Yang terpenting bukan sebanyak apa harta yang kamu siapkan untuk memulai kehidupan berumah tangga tapi visi dan misi yang dibangun. Memasuki gerbang pernikahan, sebenarnya kamu sedang memulai kehidupan baru, tujuan hidup baru, rumah baru. Sebuah rumah tidak akan terlihat indah tanpa visi dan misi untuk menjadikannya rumah yang bertumbuh. Maka disini penting, menyelaraskan visi-misi berdua.

Sebelum menikah, tanyakan pada calon pasanganmu, apa visi-misi dalam pernikahan? Apa tujuanmu menikah? Hidup dengan aku atau punya anak? Masalah terkait anak, perlu dibicarakan sejak awal. Seperti yang sudah saya sebutkan sejak awal tadi, anak adalah rezeki yang menjadi hak prerogatif Allah. Jadi kalau ada orang bertanya basa-basi "belum isi?" tanyakan saja sama Allah. 

Kalau tujuan menikah pasanganmu adalah punya anak, lantas bagaimana kalau ternyata mandul? Mereka yang dinyatakan sehatpun, bisa belum diberi keturunan. Teman saya sudah menikah 4 tahun, mereka sudah cek ke dokter, hasilnya sehat. Tapi memang Tuhan belum memberi. Lantas, manusia bisa apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun