The man behind the gun. Pepatah ini sangat cocok menggambarkan pengaruh tenaga pendidik terhadap kekuatan kualitas pendidikan di negeri ini. Baik itu di intasi pendidikan formal maupun non formal.
Khusus pendidikan di sekolah-sekolah negeri, kita memiliki acuan yang sama setanah air. Yakni berupa kurikulum yang telah diturunkan oleh pusat ke seluruh pelosok nusantara.Â
Walau acuan sama, hasil kadang nampak berbeda. Dengan model kurikulum serta perangkat pembelajaran yang serupa, suasana pembelajaran yang hadir tak selalu sama. Ada kondisi siswa yang begitu ceria, biasa saja, hambar bahkan ada yang tertekan.
Nah, ini membuktikan bahwa kurikulum bukanlah aspek utama akan keberhasilan pendidikan di lapangan. Melainkan tergantung pengendali dalam memperlakukan kurikulum  tersebut di lapangan.Â
Sebagai seorang guru, kadang saya menyebut kurikulum mirip bahan makanan mentah yang kualitasnya berusaha dijaga.Â
Anggaplah kurikulum ini seperti daging sapi mentah dengan kualitas juara. Tergantung kita para guru nih, daging sapinya mau diapain.
Apakah daging mentah ini akan dijejalkan langsung pada siswa? Atau dimasak asal-asalan yang penting jadi. Yang penting bisa dilahap oleh siswa. Sekadar pelepas lapar dan dahaga cukuplah.
Atau barangkali punya ide lain. Daging mentah itu diolah dengan penuh cinta dan kekuatan doa. Menggunakan bumbu-bumbu berkualitas. Bahkan tampilan daging disesuaikan dengan selera siswa.Â
Seperti membentuk daging-daging tersebut menjadi serupa dengan tokoh-tokoh kartun yang digemari siswa. Plus disajikan ala menu hotel berbintang di negeri ini.
Jika di hadapan siswa tersaji dua bentuk makanan berbeda walau dari bahan yang sama. Sekelompok makanan terlihat sedikit gosong dan alot, aromanya tak menggoda. Disajikan dengan piring plastik butut.
Sekelompok makanan lain masih dengan bahan yang sama tampak tersaji dengan apik. Tak lupa hiasan dedaunan diatasnya. Toping cukup menarik. Aromanya menggoda selera.