Mohon tunggu...
Inovasi

Menuju Data Pangan Lebih Baik

24 November 2017   14:33 Diperbarui: 24 November 2017   14:49 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Luas lahan pertanian di Indonesia terus "terkoreksi" alias semakin menyusut. Kekhawatiran berbagai pihak yang berkepentingan terhadap data seksi ini makin menjadi. Ibarat mesin, makin lama makin panas.

Data luas lahan pun jadi bahan pemikiran dan perbincangan pemangku kebijakan negeri ini. Bayangkan saja, salah data bisa bikin salah kebijakan. Bukannya menguntungkan, justru jadi bumerang. Salah kebijakan berujung pada salah anggaran, buntutnya salah menggunakan uang rakyat. Ga kehitung dosa yg dipikul dan entah bagaimana azab di Hari Akhir nanti. Naudzubillah.

Karena itu, data yang akurat bukan lagi cita-cita. Dia harus dan wajib direalisasikan. Dan perwujudan data yang terpercaya ini jelas tidak semudah yg dibayangkan. Helo...negara kita tidak selebar daun kelor, bro. Malu rasanya jika menyebut Jambi saja banyak daerah sulitnya, bagaimana dengan teman-teman BPS di wilayah timur sana? Mudah-mudahan Alloh selalu memberi kita kekuatan dan kesehatan untuk melakukan pekerjaan mulia sebagai KULI DATA.

Hari ini dan hari berikutnya, kita dihadapkan pada zaman yang berbeda. Bukan lagi zaman kuno, yg udah kadaluarsa, dibuang sayang, jadi barang antik, trus disimpan di museum. Bukan, ini zaman now. Android bukan lagi barang langka, anak usia dini aja udah lebih canggih main HP ketimbang bundanya. Karena itu, para ilmuwan dan peneliti sudah memanfaatkan teknologi ini untuk menghasilkan data berkualitas, dalam hal ini guna data luas lahan pertanian yang lebih akurat.

Jika dulu cara yang digunakan untuk menghitung luas lahan sawah adalah LUKI (lu kire-kire aje yee), atau kerennya eye estimate/pandangan mata, maka sekarang BPPT mempercayakan BPS untuk menghitung lagi luas lahan yang ditanam para pahlawan pertanian dengan metode yang lebih canggih, yaitu Kerangka Sampel Area (KSA).

Metode ini menggunakan android sebagai juru kuncinya. Bukan Mbah Marijan almarhum, juru kunci gunung merapi yg sedang bergejolak itu.

Menggunakan hp berbasis android, petugas lapangan (yang tangguh, berdedikasi tinggi, pantang menyerah, dan hanya mengharap ridho Alloh ini), akan berjibaku dengan medan yang berat. Plot seluas sembilan hektar persegi harus dijelajahi demi titik koordinat. Bayangkan betapa luasnya. Belum lagi masalah non teknis lainnya. Semoga niat dan amalan kita menjadi pemberat di Hari Pembalasan nanti. Amin..

Jalan yang terjal, medan yang sulit, sawah yang berlumpur, pacet, ular, buaya, harimau pun mengintai, belum lagi beban moral yang besar dan tingkat stres yang tinggi menjadi ptantangan dan pengalaman yang sangat lease bagi para petugas KSA. Tapi semuanya tidak menjadikan kita LEMAH, tapi semakin kuat dan matang sebagai ASN yang tangguh.

Bukan tidak demi anak dan istri kita berjuang, bukan mengharap upah yang belum tentu setimpal kita mendata, bukan karena pimpinan, tapi semua demi amanah yang kita emban, sebagai para pejuang data. Yakinlah, di Hari Akhir nanti semua akan dihitung sebagai amal ibadah pembuka pintu syurga. Tapi jika kita tidak menjalankan dengan benar, tunggu saja balasannya. Satu hal yang kita yakini, hidup ini bukan sekali, tapi dua kali. Hidup di dunia dan hidup di akhirat.

Data luas lahan pertanian saat ini terus bergeming di angka yang segitu-segitu saja, perubahan pun hanya sekian hektar saja. Padahal jika kita saksikan, konversi lahan pertanian ke bukan pertanian sangat pesat. Lahan sawah sudah jadi perumahan, lahan jagung sudah jadi sawit, lahan kedelai banyak jadi sawit, lahan baru tidak ditanam, jadi lahan pertanian yang jadi dasar penghitungan produksi padi, sebagai kebijakan impor tidaknya beras, itu kemana????

Karena itu, kita jangan menutup mata soal ini. Masalah data yang mengurusi perut orang se-Indonesia ini harus dituntaskan. Apa gunanya ilmuan dan peneliti jika tidak bisa membuat metode yang lebih canggih dan "masuk akal"?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun