Koalisi masyarakat sipil (KMS) menyorot langkah DPR RI yang masih menggodok sejumlah perundang-undangan, di antaranya revisi UU Minerba yang telah rampung melakukan draf inventarisasi masalah (DIM) pada akhir Februari lalu.
Bukan hanya revisi UU Minerba, KMS Kaltim juga mengkritik upaya melahirkan UU sapu jagat atau omnibus law, seperti RUU Cipta Kerja hingga RUU IKN.
KMS Kaltim merupakan gabungan dari organisasi, yakni Jatam Kaltim, Pokja 30, LBH Samarinda, dan Walhi Kaltim. (Samarinda, Tribunkaltim.co, 2020).
Adalah hal yang patut diapresiasi saat masyarakat sipil melalui KMS melakukan kritik atas sejumlah perundang-undangan yang dinilai bermasalah. Antara lain revisi UU Minerba yang disinyalir akan semakin mengukuhkan monopoli korporasi besar dalam menggali dan menguasai sektor pertambangan dan energi yang akan memberikan efek sulitnya masyarakat sipil memperoleh akses untuk sekedar mendapatkan barang tambang berupa minerba sebagai mata pencaharian.
Selain juga disinyalir akan semakin menumbuhsuburkan penyakit korupsi dikalangan pejabat daerah sebagai ekses dari mudahnya memberikan ijin penambangan bagi korporasi besar. Juga disiinyalir akan terjadi tumpang tindih wewenang diantara pejabat negeri, akibat proyek legalitas penambangan yang diajukan oleh para investor. Miris dan ironis.
Apalagi ditengah kondisi rakyat yang semakin menderita akibat akses kehidupan yang semakin hari semakin sulit, akibat jalan kehidupan dikuasai segelintir korporasi, sebab mudahnya ijin operasional penambangan dari pejabat negeri.
Pelbagai masalah yang terjadi, utamanya kesempitan hidup mayoritas warga masyarakat, adalah sebab diterapkannya hukum sekuler kapitalis ditengh-tengah masyarakat. Hukum yang berasal dari hawa nafsu manusia yang memiliki banyak keterbatasan.
Hukum yang memisahkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, hukum yang menjadikan pemilik modal berkuasa untuk memesan hukum sesuai kepentingannya. Hukum yang menjadikan untung-rugi materi sebagai landasan pembuatan hukumnya.
Alhasil, hukum apapun yang dilahirkannya pasti akan menimbulkan masalah bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Sehingga kehidupan masyarakat sipil menjadi sempit, akibat hukum lebih berpihak pada kaum kapital daripada kepentingan publik.
Maka tidak aneh dan tidak heran, jika godogan undang-undang apapun senantiasa menguntungkan pihak investor sebagai penyandang dana dan uang, atau pihak kapital daripada rakyat jelata.
Sungguh, tak ada yang mampu menghentikan ketidakadilan yang dibuat oleh sistem hukum sekuler kapitalis. Selain sistem hukum syariat Islam. Mau tidak mau, suka tidak suka, demikianlah kenyataannya.