Mohon tunggu...
UMMUL HUSNAMUKADAS
UMMUL HUSNAMUKADAS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa prodi Ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

ALHAMDULILLAH

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan pada Anak, Penyebab, dan Dampaknya

22 Juni 2021   00:01 Diperbarui: 22 Juni 2021   00:16 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan pada anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Dalam hal ini yang dimaksud kekerasan adalah sesuatu kondisi yang merampas hak anak hingga yang membahayakan nyawanya. Umumnya pelaku kekerasan anak adalah orang terdekat atau orang yang sudah dikenal pelaku, tetapi bisa juga pelaku adalah orang yang tidak dikenalinya.

Rotigliano (2006: 1 dalam Harianti dan Siregar 2014) disebutkan bahwa jika tak ada perhatian khusus pada anak-anak, maka mereka akan menjadi anak-anak yang terabaikan dan berdampak terhadap kesejahteraan hidup dalam skala jangka panjangnya dan pada pembangunan dan kesejahteraan bangsa dan masyarakat.

Dalam Bab III Hak dan Kewajiban Anak, pasal 13 UU No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: 1) Diskriminatif; 2) Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; 3) Penelantaran; 4) Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; 5) Ketidakadilan; dan 6) Perlakuan salah lainnya. Keenam hal ini masih terjadi dalam masyarakat kita.
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak yang terjadi dibagi menjadi kekerasan fisik, kekerasan emosional, dan kekerasan seksual (Mufidah, 2013: 304) dan (Sugijokanto, 2014: 51-53) menyebutkan sebagaimana berikut:
1.Kekerasan Fisik
Perlakuan fisik bisa terjadi dengan tangan maupun benda yang mengakibatkan anak mengalami luka, goresan, cacat tubuh bahkan keselamatan jiwanya seperti pemukulan, penganiayaan berat yang menyebabkan jatuh sakit bahkan pembunuhan.
2.Kekerasan Psikis seperti ancaman, pelecehan, sikap kurang menyenangkan yang menyebabkan rasa takut, rendah diri, trauma, depresi, atau gila.
3.Kekerasan ekonomi, misalnya menelantarkan anak.
4.Kekerasan seksual, yang berbentuk pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan.
5.Eksploitasi kerja dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
6.Eksploitasi seksual komersial anak.
7.Trafiking (perdagangan) anak.
Sedangkan Terry E. Lawson dalam Jalu dan Harianti dan Siregar (2014), menyebutkan bahwa kekerasan anak (child abuse) diklasifikasikan dalam empat macam, yaitu: Emotional abuse, yaitu saat orang tua mengetahui tahu keinginan anak, namun tidak berupaya mewujudkannya; Verbal abuse hal ini terjadi melalui bentakan atau makian orang tua terhadap anaknya; Physical abuse terjadinya pemukulan dari orang tua; Sexual abuse, terjadi pelecehan seksual pada anak.
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak ini merupakan pelanggaran terhadap hak anak, apalagi jikalau dilakukan oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya, sehingga menimbulkan rasa tidak aman kepada anak dan memberikan dampak psikis yang membekas lama. Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan orang tua tidak hanya secara fisik, namun dalam bentuk verbal dalam bentuk kata-kata seperti bentakan dan caci maki dimana kekerasan verbal ini dianggap biasa oleh sebagian orang tua.

Salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak menurut Gelles Richard J. (1982) dalam Lon dan Widyawati (2017: 12), adalah pola pewarisan kekerasan yang sama lintas generasi. Ketika orang dewasa yang mengalami kekerasan pada masa kanak-kanaknya, ia cenderung akan melakukan hal yang sama pada saat dewasa, sedang menurut hasil penelitian UNICEF dan LSM Rifka Annisa dalam Maknin (2013: 71) adalah 1) alasan kebiasaan turun temurun keluarga; 2) alasan untuk mendisiplinkan anak; 3) alasan pribadi anak yang susah diatur. Selain itu penyebab terjadinya kekerasan juga dapat dilihat dari sisi orang tua, sebagaimana Maknun (2017: 74), adanya trauma masa lalu (luka batin), gangguang kejiwaan dan stress orang tua menyebabkan tidak dapat mengontrol dan mengendalikan emosi saat memarahi anaknya.
Hal-hal inilah yang awalnya dianggap biasa dan lumrah dalam masyarakat dapat berdampak yang sama pada generasi selanjutnya. Sehingga mata rantai kekerasan terhadap anak ini harus diputus.
PENDIDIKAN RAMAH ANAK DI RUMAH
Berbagai bentuk kekerasan terjadi dalam kehidupan anak. Sehingga diperlukan adanya pendidikan keluarga ramah anak sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak anak. Anak yang telah terpenuhi hak-haknya maka akan sejahtera. Indikator konsep kesejahteraan dan konsep martabat manusia menurut Nasikun (1993) dalam Fitri dkk (45) adalah 1. Rasa Aman (security); 2. Kesejahteraan (welfare); 3. Kebebasan (freedom); 4. Jati diri (Identity).
Pendidikan ramah anak menjadi cara untuk memberikan hak-hak dasar dan perlindungan terhadap anak terpenuhi. Pendidikan ramah anak merupakan pendidikan anti kekerasan pada anak dalam rangka menjadikan anak sebagai pribadi-pribadi yang tangguh dan tanpa kekerasan, serta menjadikan orang dewasa memiliki kepekaan pentingnya memberikan dan mewujudkan pendidikan ramah anak dimulai dari keluarga. Keluarga memiliki tanggungjawab besar untuk mewujudkan pendidikan ramah anak, dimana keluarga sebagai tempat aman, nyaman dan terlindungi.
Konsep ramah anak mengacu pada Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang indikator Kota Layak anak, bahwa setiap anak mendapatkan akses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas tanpa diskriminasi.

Berlandaskan pada peraturan menteri ini mengidikasikan bahwa akses pendidikan anak tidak hanya didapatkan dari bangku sekolah, namun juga di rumah. Rumah sebagai basis perdaban anak memegang peran penting dalam proses pendidikan ramah anak di lingkungan keluarga.
Selama masa covid-19 anak telah menghabiskan waktu di rumah. Pola pengasuhan harus memiliki peningkatan dan berubah dengan menitik beratkan pada dasar adanya dukungan keluarga dan perlindungan keluarga, agar anak menjalani kehidupan pada era pandemi covid-19 ini dengan aman, nyaman dan tentram.
Dalam upaya mewujudkan pendidikan ramah anak di keluarga, dapat dimulai dari setiap pribadi keluarga dengan melakukan pengasuhan anak anti kekerasan, yaitu:
1.Penerapan komunikasi yang berimbang antara orang tua dan anak; Komunikasi yang baik menjadi salah satu suksesnya hubungan orang tua dan anak. Pemenuhan hak-hak dan kebutuhan dasar anak akan mudah jikalau komunikasi terjalin baik antara anak dan orang tua.
2.Penegakan disiplin anak anti kekerasan;
Perlunya pemahan keluarga untuk menegakkan disiplin pada anak tanpa kekerasan dan merendahkan anak, sehingga terbangun emosional dan psikologi anak yang baik.
3.Penerapan pembentukan karakter positif kepada anak
Anak membutuhkan role model (teladan yang baik) dari orang tuanya. Menurut Yosada dan Kurniati (2019: 150), pembentukan karakter positif seperti empati, non diskriminasi, anti radikalisme, cinta negara, bahasa, budaya dan perbedaan budaya menghargai HAM, sosial, cinta kebersihan, anti bullying adalah karakter-karakter positif yang bisa diberikan kepada anak.

KESIMPULAN
Keluarga sebagai basis peradaban manusia memiliki peran penting dalam membangun pendidikan ramah anak. Mewujudkan pendidikan ramah anak ini dapat diterapkan sejak anak di usia dini. Hal ini akan memberikan dampak yang besar dan positif bagi tumbuh kembang anak, kesehatan mental dan masa depan anak.
Keberadaan era pandemi covid-19 ini memberikan ruang yang luas bangi para orang tua dan anggota keluarga untuk berperan aktif dalam memberika pola pengasuhan yang baik kepada anak-anak di rumah. Sehingga akan terbangun generasi yang sehat, kuat, dan penuh karakter yang positif.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun