Rencana Pemerintah membidik dana zakat sebagaiman disuarakan oleh Menteri Agama Lukman Saefudin baru-baru, telah menuai kontra. Salah satu alasannya adalah secara syar'i tidak ada zakat atas gaji (zakat profesi) dalam Islam. Apalagi gaji ASN kecil dan harus dipotong tiap bulan yang tentu mengabaikan patokan nishob dan haul.
Zakat secara syar'i masuk kedalam wiilayah tawqifi (harus diterima apa adanya) sebagaimana hukum ibadah lainnya. Sayangnya fiqih zakat saat ini terus dimodifikasi. Hasil salah satunya adalah munculnya istilah zakat profesi. Yang tentunya hanya menambah beban rakyat.Â
Padahal faktanya, angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi, tetapi kemiskinan ini jelas bukan karena banyaknya orang kaya yang tidak membayar zakat. Kemiskinan di Indonesia merupakan akibat dari penerapan ekonomi kapitalis yang zalim dan kejam. Penerapan ekonomi kapitalis ini mengakibatkan kekayaan miilik rakyat dikuasai oleh segelintir orang saja.
Jika pemerintah serius ingin menambah pemasukan APBN yang dibutuhkan untuk mensejahterakan rakyat, tentu tidak seharusnya pemerintah membidik dana zakat yang sudah ada ketentuannya dalam Islam.
Adapun untuk mengatasi kemiskinan, juga untuk membiayai pembangunan, Islam memiliki mekanisme tersendiri. Salah satunya melalui kewajiban Negara untuk mengelola harta milik umum (seperti sumber daya alam) yang hasilnya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Karena itulah harta milik umum haram diserahkan kepada pihak swasta apalagi asing.
Dan hal ini akan sulit terjadi jika negara tidak menerapkan sistem Islam secara kaffah. Termasuk didalamnya pengelolaan kekayaan milik umum demi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
By. Ummu Khayr