Mohon tunggu...
ummi mufidah
ummi mufidah Mohon Tunggu... Guru - hamasaah

ntah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Terlalu Memanjakan Anak dan Solusinya

25 Desember 2020   17:39 Diperbarui: 25 Desember 2020   17:51 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Anak adalah anugrah yang sangat besar, yangmana setiap pasangan suami istri pasti mendambakan kehadirannya, dari semenjak hamilnya ibu sampai kewaktu akan dilahirkannya pasti akan dijaga kesehatan ibu dan anaknya agar tidak terjadi keguguran dan sesuatu yg mencelakai anaknya,dan ketika akan dilahirkan anak tersebut, harus dilakukan operasi disebabkan ketuban pecah didalam atau masalah lain, ibu pun rela perutnya lecet, bahkan ketika dia melihat anaknya setelah proses melahirkan, hilang semua sakit yang telah dia rasakan, begitu pengorbanan dan sayangnya seorang ibu untuk anak.

Sebagian orangtua ada yang memanjakan anaknya karna terlalu sayangnya terhadap anak,sehingga apapun yang diminta selalu diberi,apapun yang dilakukan dibenarkan, tanpa disadari telah membahayakan anak, namun terkadang sebagai orang tua kita tidak menyadari bahwa kita telah memanjakan anak kita.sesungguhnya ada bahaya  tersembunyi membesarkan anak dengan cara memanjakan. Semua orang tua mencintai anak mereka dan menginginkan yang terbaik untuk mereka. 

Para orangtua tidak ingin anak-anak mereka tidak bahagia, dan akan melakukan apapun untuk membuat merkeka bahagia. Namun disisi lain banyak orangtua juga yang tidak mau dikatakan telah memanjakan anak mereka. Mereka berdalih bahwa anak adalah karunia yang patut disyukuri dan dijaga. Terlepas dari itu menurut hasil penelitian, hamper dua dari tiga orangtua merasa anak-anak mereka manja.

Masalah anak manja nampaknya semakin meningkat dari hari kehari. Delapan puluh persen orangtua menganggap anak-anak masa sekarang ini lebih manja dibanding anak-anak pada masa 10 atau 15 tahun yang lalu. Hanya 12 persen dari 2000 orang dewasa yang disurvei merasa bahwa anak-anak mereka tidak manja, bisa memperlakukan oranglain dengan hormat, sopan, bertanggung jawab dan disiplin.

Sebutan anak manja, anak nakal yang manja, atau hanya anak nakal adalah istilah yang sebenarnya meng-underestimatekan anak-anak. Istilah manja tersebut merujuk pada perilaku yang terlalu dipengaruhi oleh orang tua mereka. Anak-anak dan remaja yang dianggap manja dapat digambarkan sebagai 'overindulged', 'muluk-muluk', 'narsistik' atau 'egosentris'. Anak dalam kondisi neurologis seperti autisme, ADHD atau cacat intelektual, tidak bisa disebut 'manja'. Harus dipahami kondisinya dulu secara keseluruhan. Tidak ada definisi ilmiah tentang apa yang disebut 'manja', dan para ahli sering enggan menggunakan label tersebut karena dianggap terlalu merendahkan anak.

Dalam pengertian anak manja sebagai sebuah sindrom/penyakit, Richard Weaver, dalam bukunya Ideas Have Consequences, memperkenalkan istilah 'spoiled child psychology' pada tahun 1948. Pada tahun 1989, Bruce McIntosh E mengemukakan istilah the 'spoiled child syndrome'. 

Sindrom anak yang manja dikategorikan sebagai 'excessive, self-centered, and immature behavior', suatu sifat berlebihan dalam merespon sesuatu, egois, dan tidak dewasa. Termasuk juga kurang peduli pada orang lain, tantrum, ketidakmampuan mengatasi keinginan atau tidak dapat menunda keinginan, mau melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, gangguan, dan manipulasi untuk mendapatkan apa yang dimaui (McIntosh, 5). McIntosh menambahkan istilah sindrom anak manja disebabkan gagalnya orang tua dalam mendorong anak berperilaku sesuai usianya.

Sedangkan Aylward menambahkan bahwa temperamen bisa menjadi faktor yang memberi kontribusi. Penting untuk diketahui bahwa tantrum bisa terjadi berulang. McIntosh menemukan bahwa "beberapa permasalahan perilaku menarik perhatian orang tidak selalu berhubungan dengan memanjakan anak seperti yang selama ini dipahami". Anak-anak mungkin terkadang mengalami tantrum tetapi tidak selalu ini berarti manja. Beberapa kasus seperti perilaku tantrum yang sering/berulang, sikap menyerang secara fisik, menentang, perilaku merusak barang-barang, dan menolak mengerjakan perintah yang berhubungan dengan tugas sehari-hari, ini bisa dikategorikan sebagai anak yang dengan Pathological Demand Avoidance, bagian dari autisme.

Dengan demikian, perlu dibedakan anak yang manja dengan anak dengan gejala autisme. Ada empat kata paling umum yang menggambarkan seorang anak bisa dikategorikan dengan manja atau tidak yaitu kata "tidak", "aku", "berikan aku", "sekarang". Biasanya ini khas dilakukan oleh balita atau prasekolah jadi pastikan orang tua tahu pola-pola yang digunakan oleh anak-anak ini yang mengindikasikan mereka sebagai anak manja. 

Anak manja tidak bisa menerima kata "tidak". Ia harus mendapatkan apa yang ia mau dan biasanya lakukan. Kata "aku" mengacu bahwa dunia akan berpusat pada dirinya. Ia memikirkan dirinya sendiri, ingin menjadi pusat dari segala sesuatu, dan berjak mendapat bantuan orang lain. Kata "berikan aku" mengacu pada ketidakpuasan yang selalu ada di diri si anak, ia lebih banyak menerima daripada memberi. Karena terbiasa menerima begitu banyak maka ia pun menginginkan lebih dan pada akhirnya ia cenderung tidak menghargai dan sedikit serakah. Kata "sekarang" mengacu pada perilaku anak yang tidak sabaran, menginginkan hal-hal dengan seketika. Ia tidak bisa menunggu. Demikian katakata yang mungkin paling sering kita dengar dari anak usia balita yang dikategorikan sebagai anak manja.

Sebagai orangtua kita harus dapat mengontrolkan anak kita, jangan sampai anak yang mengontrol kita, maka sebaiknya seorang ibu mengetahui lebih cepat tanda-tanda manja terhadap anaknya sebelum terlambat, karna jika dibiarkan maka akan berdampak negative terhadap anak, seperti merasa bos, tidak sopan, mengabaikan perintah orang tua dan lain-lainnya. Berikut pengaruh atau dampak memanjakan anak:

  • Anak tidak mandiri, anak akan bergantung kepada orangtua
  • Tidak mampu bertanggung jawab
  • Bersikap tidak hormat dan menentang
  • Kemampuan social yang buruk
  • Semakin banyak keinginan
  • Anak menjadi keras kepala dan pemarah
  • Anak sulit mengatasi kekecewaan
  • Timbul tantrum pada anak
  • Anak kurang inisiatif dan kreatif
  • Anak kurang bisa mengatur waktu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun