Mohon tunggu...
Umbu Tagela
Umbu Tagela Mohon Tunggu... Dosen - jabatan fungsional saya, lektor kepala

Hobby saya menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Adakah Keadilan dalam Pendidikan

23 Juni 2022   07:44 Diperbarui: 23 Juni 2022   07:54 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam tautan dengan hal tersebut, Hillel seorang filsuf Yahudi mengatakan" if I am not for my self, who will before me? If I am only for my self, then what am I for? (2). Ketidakadilan individual yang inkonsisten, lebih disebabkan oleh kekurangpahaman para konseptor pendidikan. Ketidakadilan ini tidak bertolak dari suatu konsep operasional yang berakar pada belief system tertentu. 

Sebagai contoh, pendidikan kita sebenarnya mengacu pada belief system yang paedagogis,  tapi konsep yang dicanangkan dalam dunia pendidikan cenderung bernuansa pengajaran. Fenomena empirik ini memaparkan pada kita bahwa konsep pengajaran yang saat ini digandrungi tidak berakar pada belief system masyarakat dan bangsa Indonesia. 

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh (1) para konseptor pendidikan memang bukan orang professional dalam bidang pendidikan, baik makro maupun mikro. Mereka cuma pakar -- pakar dari disiplin ilmu tertentu, yang karena pertimbangan tertentu atau pertimbangan politis diangkat pada posisi strategis yang kemudian berperan sebagai konseptor pendidikan. (2) para konseptor  pendidikan mungkin saja professional, tapi karena pertimbangan politis, mereka dengan sadar dan sengaja membelokkan kiprah dan kiblat pendidikan menurut belief system tertentu yang dianutnya atau belief system penguasa dan elit politik.

Selama ini kita berasumsi bahwa belief system pendidikan kita bernuansa paedagogis, karena belief system kita sebagai bangsa memang sangat paedagogis. Kita dapat mengamati proses belajar mengajar di kelas, lebih banyak didominasi oleh pengajaran sedangkan aspek pendidikannya sangat minim bahkan cenderung tidak ada. 

Hal inilah yang merupakan salah satu aspek yang meresahkan para pakar pendidikan, masyarakat dan orang tua, dan pada akhirnya berbuntut, munculnya gagasan atau konsep Budi Pekerti untuk dimasukan sebagai bidang studi resmi di sekolah.   Ketidakadilan   individual juga diakibatkan oleh konsep pendidikan yang tidak konsisten dengan belief system bangsa ini yang dihasilkan oleh para konseptor yang kurang professional dalam soal perencanaan pendidikan, atau bisa jadi para konseptor kita professional tetapi kurang mengenali secara tepat belief system bangsa (mungkin terbius belief system luar negeri atau belief system, penguasa dan elit politik)) menyebabkan konsepsi pendidikan yang dihasilkan tidak membangun manusia yang sesuai dengan citra diri ideal belief system bangsa Indonesia. 

Kalau saja kita mau jujur, kita sedang mengalami kekalutan konseptual dalam dunia pendidikan, karena semua orang   ingin berbicara dalam berbagai fora. Hal ini merupakan kesembronoan yang amat fatal bagi dunia pendidikan kita.


KETIDAKADILAN SOSIAL

Ketidakadilan dalam dunia pendidikan dapat terjadi, bilamana kepentingan umum sangat diutamakan dan mengalahkan kepentingan individual. Ketidakadilan inipun berakar pada kekeliruan dalam mengartikulasikan konsep diri yang memandang bahwa aspek kebersamaanlah yang penting, karena manusia baru menjadi manusia oleh manusia. 

Kita kadang-kadang lupa bahwa manusia yang memanusiakan manusia hanya membantu aktualisasi diri individu, dimana individu itu sendiri memiliki kreativitas dan mau menjadi dirinya sendiri. Ketidakadilan sosial telah memperkosa kenyataan diri individu. Hal ini tampak pada konsep tenaga siap pakai atau siap kerja yang belakangan ini menjadi trend pendidikan kita. 

Ketidakadilan sosial tampak pula pada konsep pendidikan anak terpilih atau unggul, seperti (1). Pendidikan bagi golongan atas dalam strata sosial, menyebabkan anak-anak dari golongan atas saja yang memperoleh kesempatan untuk menikmati pendidikan formal. Pendidikan model begini disebut pendidikan elitis yang berasumsi dapat melakukan pembaharuan mulai dari atas (2) pendidikan bagi golongan atas dalam strata intelektual khusus bagi anak berbakat atau gifted child. 

Program ini cukup paedagogis, hanya tidak adil bagi anak kurang berbakat yang merupakan populasi terbesar di negara ini, (3) pendidikan yang sangat berorientasi pada nilai ekonomis dan bisnis. Banyak anak usia sekolah tidak dapat mengenyam pendidikan, karena alasan ekonomis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun