Mohon tunggu...
irawan boma
irawan boma Mohon Tunggu... lainnya -

pengamat kehidupan, praktisi revitalisasi untuk sustainability (lingkungan) hidup, saya sungai, saya suka hujan, mendung, guntur, namun paling suka cahaya yang menyembul dari balik awan tebal.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

False Pretense 1: Kantong

12 November 2010   03:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12895326831936928747

Dunia ini terlalu nyata, anak-anak sekolah pukul tujuh pagi, sarapan, kerja, hutang bank, macet, uang sekolah, biaya-biaya rekening bulanan, makan siang, makan malam, makan apa, dunia ini terlalu nyata. terlepas anda hidup di rumah yang mewah dengan tiga air conditioner dalam satu ruang, dengan kenyamanan designer bed ukuran super king, atau anda hidup di kolong jembatan beralaskan kardus bekas dan angin sepoi-sepoi bercampur hidangan "mix platter polutan", dunia ini terlalu nyata. Perbedaannya adalah kadar kenyataan yang membelenggu masing-masing kita. Beberapa kali saya sempat menuliskan atau bicara bahwa kenyamanan dan kebahagiaan adalah ukuran yang sangat subjektif, bagaimana kalau sekarang saya bilang bahwa dunia ini dibentuk dibawah "false pretense", kenyataan yang anda nilai sebagi kenyataan ternyata semu, kenyataan yang semu ini seringkalinya muncul setelah semuanya menjadi terdesak, semisal, mereka yang terlilit hutang bank sedemikian rupa, baru menyadari bahwa ternyata mereka tidak memerlukan rumah yang mewah itu, mereka tidak memerlukan tiga buah mobil, mereka tidak memerlukan LCD TV 56 inch, lalu mereka mulai berandai, "coba ya waktu itu kita tidak begini, tidak begitu...", tapi kembali lagi, dunia terlalu nyata, sehingga apa yang mereka lakukan berdasarkan kenyataan semu yang disadari kemudian itu, tetap harus mereka tanggung, ini kenyataan. Lilitan hutang, beban ekonomi keluarga dan segalanya yang berhubungan dengan uang ini hanya salah satu contoh tentang "false pretense", kejujuran akan kenyamanan dan kebahagiaan adalah ukuran subjektif, bukan iklan di media massa tentang bagaimana sebuah keluarga harmonis itu berbahagia. Setelah terdesak, mereka lalu berpaling dari kenyataan yang tadinya dianggap semu, menjadi kenyataan yang nyata, apa itu? Kerohanian! Dalam keterdesakan mereka mengharapkan keajaiban, menyadari kesalahan mereka, lalu berusaha memperbaiki diri dengan mendekatkan diri pada kerohanian, ini sah sekali, masing-masing manusia diperlengkapi dengan jalannya masing-masing untuk bisa kembali pada kenyataan yang tadinya dianggap semu. Bencana itu juga jalan yang baik untuk menjadikan banyak manusia mengerti tentang apa yang semu, apa yang nyata, jadi berterima kasih-lah pada bencana, karenanya banyak jalan keterbukaan yang membukakan hati. Bagi mereka yang memang sudah diberi kesempatan dan "mau" membuka hatinya. kalau tidak ya.....sudah!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun