Mohon tunggu...
Ulviana
Ulviana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah presiden untuk diri saya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesetaraan Gender, untuk Keadilan atau Tameng Keegoisan?

28 Maret 2021   15:45 Diperbarui: 28 Maret 2021   16:19 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi perempuan tidak jarang dijadikan alasan untuk meninggalkan beban yang harus dipertanggungjawabkan. Seperti ketika dalam ranah organisasi, sekarang bukan lagi lingkungan yang mengungkung perempuan untuk berekspresi. Justru kungkungan tersebut terbentuk karena batasan-batasan yang dibuatnya sendiri.Memang, konsep kesetaraan gender ada karena ketidakadilan lingkungan kepada hak perempuan. Namun, seiring berjalannya waktu justru ketidakadilan itu dirindukan oleh perempuan yang belum siap berkembang. 

Seperti ketika makan bersama dengan pacar, apakah harus lelaki yang membayarkan? Apakah lelaki yang harus meminta maaf duluan? Sifat-sifat tersebut dinamakan sifat feminin. Sifat feminin yaitu sifat yang membawa karakter dari perempuan. Sedangkan sifat yang membawa karakter dari laki-laki adalah sifat maskulin. Contoh sifat maskulin yaitu pemberani, ambisius, dominan, tanpa emosi, dan lain-lain yang berkebalikan dengan sifat feminin.  Dalam gender, kedua sifat tersebut bukanlah sifat yang kodrati, namun sifat yang bisa ditukarkan.

Dalam psikologi kepribadian dijelaskan, bahwa di dalam jiwa seorang lelaki ada sifat feminin dan di dalam jiwa perempuan ada juga sifat maskulin. Keberadaan kedua sifat tersebut pada diri lelaki dan perempuan adalah hal yang pasti dan bersifat kodrati sejak lahir. Namun pada perkembangannya, sifat yang akan mendominasi seseorang tergantung proses pembelajaran yang didapat oleh seseorang sejak ia kecil. Karena itu, anak perempuan yang dididik keras oleh keluarga akan menonjolkan sifat maskulin dan anak laki-laki yang dimanja oleh keluarga akan menonjolkan sifat feminin.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi perempuan ataupun laki-laki bukanlah batasan seseorang untuk mengembangkan diri. Kedua sifat feminin dan maskulin bukan untuk dipilah-pilah, namun untuk ditakar agar seimbang pada diri setiap orang, sehingga yang laki-laki agar tidak terlalu mendominasi dan yang perempuan agar tidak terlalu menuntut selalu dimengerti. Karena Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi, dan pada dasarnya tidak ada hal yang paling dari dua hal yang saling.

Tidak mungkin Tuhan menciptakan laki-laki hanya untuk menguasai, mengambil lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan diri, apalagi menjadi sopir perempuan. Sedangkan perempuan adalah manusia yang memiliki kebebasan diri, bukan manusia yang hanya bisa menggantungkan diri, lalu ketika terjatuh menyalahkan laki-laki. 

Tidak ada yang paling, entah paling baik atau paling enak, dalam menerima kodrat Tuhan. Tuhan menciptakan makhluk saling berpasangan untuk saling melengkapi, bukan saling mendominasi. Seperti langit dan bumi, keduanya memiliki tugas masing-masing, sama-sama bermanfaat, dan saling membutuhkan satu sama lain. Jika salah satu mendominasi, apakah masih ada rasa saling membutuhkan?

Jadi, kesetaraan gender bukanlah penyamaan laki-laki dan perempuan. Tapi, lebih kepada kesadaran adanya ketersalingan antara keduanya. Namanya ketersalingan tentu karena adanya perbedaan bukan? Seperti halnya potongan-potongan puzle, mereka berbeda-beda tapi dapat bekerja sama. Dan... Tidak ada yang paling spesial bukan? Jadi, bagaimana bisa kesetaraan gender dijadikan tameng keegoisan?

Adanya kesetaraan gender memang untuk menjaga hak perempuan, menegakkan keadilan. Tapi, apakah sebagai perempuan kita sudah menjadikannya sebagai prinsip kehidupan? Atau hanya menuntut ketika tertindas saja dan melupakan ketika belum siap mengambil resikonya? "Semesta tidak akan menindas kita jika kita memerdekakan diri kita".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun