Mohon tunggu...
Ulul Azmi
Ulul Azmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulisss Lepasss

Mengisi waktu dengan hal-hal bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kebiasaan Negara Maju dalam Mengelola Sampah, Ini yang Dapat Dicontoh oleh Indonesia

15 Desember 2021   02:33 Diperbarui: 15 Desember 2021   02:47 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Persoalan sampah tidak ada habisnya menjadi pembahasan di setiap negara. Sampah merupakan benda yang akan selalu ada selama manusia hidup dan beraktifitas. Isu pencemaran sampah telah menjadi pembahasan dalam agenda internasional para negara di dunia. Akan tetapi, belum banyak negara menjadikan isu sampah sebagai isu krusial yang harus segera ditangani dan dicari solusi penanganannya yang efektif. 

Kebanyakan negara-negara yang memiliki pengelolaan sampah yang baik dipelopori oleh negara-negara maju seperti Jerman, Swedia, Belanda, Finlandia, dan beberapa lainnya di kawasan Eropa. Di kawasan Asia juga terdapat negara Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, yang juga memiliki reputasi sebagai negara yang mampu mengelola sampah dengan baik dan efektif.

Negara terbagi menjadi dua kelas yaitu negara yang sudah mampu mengelola sampah dan negara yang belum mampu mengelola sampah domestiknya. Negara yang mampu mengelola sampah domestiknya pada umumnya negara yang memiliki masyarakat dengan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kepedulian lingkungan serta pemerintah yang. 

Sementara itu, negara yang belum mampu mengelola permasalahan sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kesadaran masyarakat yang masih rendah dan kurangnya peran negara dalam membuat peraturan yang tegas baik bagi pemerintah, pengusaha, dan rakyat.

Jepang sebagai negara kawasan di Asia, menjadi negara yang handal dalam mengelola sampah. Negara ini sudah sejak lama memiliki kesadaran terhadap sampah dan sistem pengelolaan sampah yang baik. Dimulai dari tingkat hulu, sistem pengelolaan sampah dilakukan oleh setiap rumah tangga dengan cara dipilah berdasarkan klasifikasi sampah terlebih dahulu. 

Budaya memilah sampah di tingkat rumah tangga telah menjadi budaya Jepang sehingga apabila terdapat masyarakat yang bertindak seenaknya seperti membuang sampah sembarangan atau mencampuradukkan sampah maka akan mendapat sanksi sosial maupun sanksi negara. Untuk mendukung proses pengelolaan tahap selanjutnya, Pemerintah Jepang membangun insinerator yang bertujuan sebagai alat untuk membakar sampah yang tidak dapat di daur ulang. 

Pada tahun 2014, Jepang sudah memiliki 1.161 insinerator yang tersebar di berbagai distriknya dan sekitar 380 insinerator telah dilengkapi dengan teknologi waste to energy (Rahim, 2020). Energi yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah kemudian menjadi energi listrik yang disalurkan kepada pemukiman masyarakat.

Di Singapura, sebagai negara kecil namun tingkat industrialisasi yang tinggi tentu saja memiliki tingkat sampah yang tinggi pula. Maka dengan itu negara Singapura mencari solusi alternatif untuk mengelola sampahnya dengan cara membakar sampah melalui insinerator. 

Pembakaran sampah dengan insinerator dianggap efektif oleh Pemerintah Singapura karena mampu mengurangi volume sampah hingga 10% (Indriasari, 2005). Hasil dari pembakaran sampah yang berupa debu yang diklaim ramah lingkungan dan kemudian dimanfaatkan kembali oleh Singapura dengan cara dibuang ke tengah laut untuk membentuk daratan baru.

Hal serupa juga dilakukan oleh Korea Selatan yang mulai memiliki sistem pengelolaan sampah yang cukup baik. Korea Selatan pada awalnya mengalami permasalahan sampah yang cukup rumit, namun kini negara ini mulai bertransformasi menjadi negara yang teratur dan memiliki kesadaran dalam mendukung ide daur ulang dan pemilahan sampah. 

Masyarakat Korea Selatan sangat serius dalam mengolah sampah makanan dan mendaur ulang dengan cara mengolah sampah makanan menjadi pakan ternak dan materi biogas. Kini, membuang sampah menjadi urusan yang sangat mahal di Korea Selatan karena masyarakatnya sangat mendukung ide daur ulang dan pemilahan sampah (Bahraini, 2018).

Negara- negara Asia diatas telah membuktikan bahwa perlahan demi perlahan permasalahan sampah sampah dapat ditangani dengan baik apabila masyarakat, pengusaha, dan pemerintah saling bekerjasama. Melihat keberhasilan di negara lain tentu kemudian membawa kita untuk melihat kondisi yang ada di negara Indonesia. 

Fenomena darurat sampah di Indonesia masih menjadi topik pembicaraan yang belum kunjung usai namun juga belum memperlihatkan tanda-tanda penyelesaian yang signifikan. Melihat berita-berita yang beredar terkait Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang mengalami overload, rencana penutupan TPA, rencana pembukaan TPA baru, sungai X yang dipenuhi dengan sampah, dan berita-berita lainnya tentang permasalahan dampak sampah menjadi tanda bahwa permasalahan sampah di Indonesia menjadi hal yang cukup sulit untuk ditangani.

Indonesia dapat mencontoh sistem dan proses pengelolaan sampah di negara-negara yang sudah berhasil mengelola sampah dengan baik. Jika melihat keberhasilan pengelolaan sampah di negara lain, kita bisa melihat bahwa mereka memiliki langkah yang semuanya tidak jauh berbeda dan ini dapat di tiru oleh Indonesia. Apabila dirangkum, terdapat tiga langkah yang menjadi kebiasaan negara-negara maju dalam pengelolaan sampah yaitu sebagai berikut.

Pertama, kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap pengelolaan dan pemilahan sampah mulai dari rumah tangga. Jika dicermati, satu langkah penting yang ada di negara yang berhasil mengelola sampah adalah mereka berhasil memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya memilah sampah rumah tangga berdasarkan jenisnya. 

Sampah dibagi menjadi dua yakni sampah organik dan anorganik yang kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam keranjang atau kantong plastik yang berbeda warna sesuai yang sudah diatur. 

Sampah anorganik juga memiliki turunan yang terbagi menjadi beberapa jenis mulai dari kertas, botol plastik, kaleng, logam, dan lainnya yang masing-masing harus dipisahkan dan dimasukkan ke tempat sampah yang berbeda pula. Fenomena ini dapat dilihat di kehidupan masyarakat negara Jepang, Jerman, Swedia, dan negara lainnya. 

Bahkan di Jepang sendiri, apabila terdapat masyarakat yangg ketahuan melanggar atau melakukan kesalahan dalam mengelola dan memilah sampah rumah tangganya, justru akan mendapat sanksi norma sosial seperti cibiran karena masyarakat Jepang sangat mendukung program memilah sampah dari rumah tangga. 

Selain itu, memilah sampah berdasarkan jenisnya akan meminimalisir tindakan yang berujung pada penumpukan sampah (landfill) di TPA yang mengakibatkan pencemaran yang berlebihan. Karena dengan sampah yang sudah dipilah, proses daur ulang serta pengolahan selanjutnya menjadi lebih mudah.

Kedua, pembangunan fasilitas pengolahan sampah yang memadai dan efektif. Di banyak negara yang sudah berhasil mengelola sampah domestik pada umumnya langkah yang ditempuh untuk menangani masalah sampah adalah dengan cara membakar sampah. 

Pembakaran sampah dilakukan melalui sistem teknologi yang canggih dan ramah lingkungan. Teknologi pembakaran tersebut adalah insinerator yang terdiri dari media penampung sampah berdasarkan jenisnya, alat pengangkut sampah, media pembakaran sampah, alat filterisasi zat-zat berbahaya sehingga memungkinkan hasil pembakaran tidak menimbulkan efek samping yang merugikan lingkungan dan kesehatan manusia. 

Tujuan dari pembakaran adalah supaya tidak terjadi penumpukan sampah di TPA yang merusak ekosistem tanah dan air. Pembakaran sampah melalui insinerator juga dianggap sebagai cara yang efektif karena pada dasarnya limbah baik asap maupun zat-zat lainnya yang dihasilkan dari proses pembakaran menggunakan insinerator dapat diatur tidak memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan dan manusia. 

Selain itu, selama proses pembakaran sampah berlangsung, uap panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai tenaga pembangkit listrik yang dapat didistribusikan ke setiap pemukiman masyarakat.

Ketiga, Pemerintah yang responsif dalam tata kelola sampah yang sistematis. Pemerintah di negara maju memandang pengelolaan sampah harus mendapat perhatian serius dari negara. Maka dari itu diperlukan sebuah aturan yang mengikat dan ketat bagi masyarakatnya supaya ditaati demi kepentingan bersama. Di kawasan Eropa, Komisi Eropa membuat panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan untuk anggotanya (Utami, 2020). 

Panduan dasar tersebut kemudian dirumuskan oleh masing-masing negara anggota untuk diinplementasikan di domestik masing-masing guna mengatur pemerintah pusat, daerah, hingga masyarakat dalam mengelola sampah. Begitu juga Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, yang masing-masing memiliki aturan khusus dan mengikat semua elemen terkait pengelolaan sampah yang sistematis. 

Aturan tersebut meliputi pemilahan sampah skala rumah tangga, mekanisme pengelolaan sampah setelah dikumpulkan, hingga langkah akhir dari sampah yang sudah diolah. Aturan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga menjadi aturan utama yang harus dijalankan oleh setiap individu. 

Sehingga peraturan ini secara tidak langsung membentuk kesadaran masyarakat di negara maju tersebut untuk memiliki kepedulian terhadap pemilahan dan pengelolaan sampah.

Kebijakan pemilahan sampah dari setiap rumah tangga di Indonesia harus segera di rumuskan melalui pembentukan peraturan tata kelola sampah oleh pemerintah negara. 

Pemerintah juga harus menempatkan diplomasi isu sampah sebagai program kerja negara guna memingkatkan perhatian masyarakat Indonesia terhadap pengelolaan sampah. Hal ini sangat penting karena masyarakat Indonesia secara umum belum memiliki kesadaran untuk memilah sampah. 

Maka sosialisasi dan edukasi pentingnya pemilahan sampah harus menjadi agenda utama oleh pemerintah sesegera mungkin. Memang bukan hal yang mudah untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat supaya sadar darurat sampah yang terjadi, namun tetap bukanlah hal yg tidak mungkin untuk dilakukan di Indonesia. 

Sampah merupakan usaha bersama yang harus didukung oleh pemerintah dan semua penduduknya yang dimulai dari pemilahan sampah, dan harus dimulai dari rumah sendiri. 

Setiap elemen masyarakat dapat menjadi aktivis lingkungan, mulai dari individu yang kemudian dibantu oleh aktor-aktor di organisasi-organisasi masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran bersama pentingnya mengelola sampah dari tingkat hulu hingga ke hilir.


Referensi:

Bahraini, A. (2018) 'Negara dengan Budaya Pilah Sampah Paling Menarik'. Available at: waste4change.com.

Indriasari, L. (2005) 'Singapura Sukses Gunakan Insinerator untuk Kelola Sampah', POKJA AMPL. Available at: www.ampl.or.id.

Rahim, M. (2020) 'STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH BERKELANJUTAN', Jurnal Sipilsains, 10(Maret), pp. 151--156. Available at: ithh.journal.ipb.ac.id.

Utami, N. (2020) 'Pengelolaan Sampah Di Negara-negara Maju', IEC. Available at: environment-indonesia.com.



Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun