Siapa yang nonton Debat Cawapres tadi malam?
Sejak awal menyapa aku merasakan aura yang berbeda pada Cawapres No.2 (Namanya ada pada judul artikel), wajahnya mengkerut. Dan aku bilang ke suamiku "Wah tumben nih dia nggak smart, beda nih kek debat pertama cawapres". Analisa suamiku "yah mungkin udah dipesenin buat nyerang".
Aku malah mengapresiasi bahwa penampilan cawapres no 1 yang lebih luwes tadi malam, nilainya membaik dibanding debat pertama cawapres. Selebihnya Prof. Mahfud sudah nggak diragukan, dari pengalaman maka sudah jelas beliau mampu dan mumpuni.
Aku pernah menulis mengenai Gen Z, udah banyak kisah tentang Gen Z ini dinilai tak sopan, mungkin kalian bisa baca tulisanku tentang kesalahan Gen Z. Nah ketika merespon jawaban Pak Mahfud entah mengapa cawapres nomor 2 bak sedang srimulat tapi nggak bikin senyum apalagi ngakak yang ada aku mengucap istighfar "duh yakin deh kalau pak Jokowi orang tua yang benar pasti malu sama kelakukan anaknya" kalo fansnya sih wajar lah membabi buta udah jelas salah tetap disanjung, sah-sah saja namanya juga cinta sejak zaman penjajah rasa tai jadi coklat katanya.
Untungnya Prof. Mahfud waras, beliau dengan tegas menolak menaggapi. Apa kata fans Cawapres No. 2? Baper pasti gak mau salamin! Terbukti salah, Prof. Mahfud bahkan melangkahkan kakinya menuju cawapres No. 2. Itulah bedanya orang beradab sama nggak.
Kasus Gen Z nggak sopan nih bukan lagi hal aneh, nah semalam Indonesia bisa melihat kelakukan cawapres No. 2 menggambarkan banget kelakuan Gen Z. Mau itu musuh kek, mau itu anak buah ayah nya kek namanya adab itu harus paham. Bisa saja kan dia membalas "wah saya rasa belum pas jawabannya Pak" bukan kek badut gitu.Â
Jawaban nya udah nggak menarik karena diulang-ulang hilirisasi, apakah ini efek micnya hanya satu? Entahlah, yang pasti aku semakin yakin dengan tidak memilih cawapres 02 padahal sewaktu debat pertama lalu aku sempat jatuh hati dibuatnya. Bersyukur sih ada degan semalam jadi makin mantaf melabuhkan pilihan pada 14 Februari nanti.
FIKSI DALAM DEBAT CAWAPRES
Di suatu malam yang penuh ketegangan, Profesor El, seorang ahli hukum terkemuka, tampil percaya diri menghadiri debat cawapres untuk keduakalinya.. Di sisi lain panggung, Samsul, seorang pemuda yang mewakili kepentingan anak muda dan juga merupakan putra dari Pak Lurah kampung sebelah, tampil dengan penuh percaya diri.
Debat menjadi semakin panas ketika Samsul mencoba mencemooh Profesor El, mengklaim bahwa pemahaman hukumnya sudah ketinggalan zaman. Profesor El, seorang intelektual yang selalu tenang, merespons dengan senyuman dan menjelaskan dengan bijak setiap tuduhan yang dilemparkan kepadanya.
Namun, di tengah-tengah debat, Samsul memilih untuk menggunakan bahasa tubuh yang mengejek dan meremehkan. Â Namun, namanya juga profesor makanya Profesor El tetap bersikap tenang dan mengabaikan provokasi tersebut.