Mohon tunggu...
Ulfah NL
Ulfah NL Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Fakta Menyedihkan Lemahnya Indonesia dalam Melindungi Anak Usia Dini dari Bahaya Rokok

2 September 2017   20:02 Diperbarui: 2 September 2017   20:25 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jumlah perokok di Indonesia mencapai 90 juta jiwa dan menduduki peringkat satu jumlah perokok tertinggi di dunia. Statistik terbaru menunjukkan bahwa dua dari tiga laki-laki dewasa diatas 15 tahun di Indonesia adalah perokok.

Menurut data atlas pengendalian tembakau di ASEAN lebih 30% atau berdasarkan sensus 2010 sekitar 20 juta dari 67 juta anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahun. Data Riskesdas 2013 menunjukkan sekitar 16 juta perokok atau 80% dari keseluruhan perokok memulai merokok sebelum usia 19 tahun. 

Apalagi di Indonesia tidak heran jika anak-anak usia 10-14 tahun sudah mulai merokok karena sudah banyak sekali pemandangan bapak-bapak menggendong anaknya yang masih kecil sambil merokok. Padahal, figur bapak adalah contoh bagi anak-anaknya sehingga sudah otomatis jika sang anak  merokok mencontoh bapaknya yang perokok. Anak adalah peniru ulung, role model yang ditiru bisa dari orang tua, guru, kakak, lingkungan di rumah orang dewasa merokok tanpa mempedulikan kesehatan anak-anak, lingkungan di sekolah sering seorang guru mengajar sambil merokok, di masjid ustad atau kiai merokok tanpa merasa beban tetap merokok, di angkutan umum, dan lain-lain. Merokok seolah-olah menjadi sebuah hal wajar dari "pendewasaan" seseorang sekaligus pemberi kenikmatan. Mereka ingin tahu dan mencobanya hingga berujung ketagihan.

Banyak iklan rokok yang turut menginspirasi anak-anak bangsa untuk mulai merokok sejak dini dengan menampilkan laki-laki sukses, macho, dan digilai para wanita. Hal ini tentu saja mendorong anak-anak dan remaja untuk merokok karena menurutnya dengan merokok mereka merasa dewasa dan macho.

Fakta menyedihkan yang terjadi di Indonesia bahwa harga rokok yang murah dapat dibeli per batang dengan harga 1000 rupiah atau bahkan lebih murah per batangnya dan mudah didapatkan oleh anak-anak. Pemandangan seorang adik menyalakan rokok dengan kakaknya, remaja 17 tahun merokok bersama ayahnya, dan bahkan merokok di lingkungan universitas sudah lumrah ditemui di Indonesia.

Indonesia menjadi satu-satunya negara yang tidak mau meratifikasi Framework Convention Tobacco Control (FCTC), walaupun Indonesia adalah 1 dari 192 negara anggota WHO, dan 137 negara sudah meratifikasi FCTC. Hal itu dikarenakan industri rokok disinyalir menyumbang negara teramat besar yakni 57 triliun rupiah dari cukai rokok saja. Harga tersebut jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan pendapatan negara dari Freeport yang kita ributkan selama ini hanya berkontribusi sebesar 1 triliun rupiah setahun. Rakyat dikorbankan, didorong membeli rokok, dirayu menghisap racun mematikan yang memberi kenikmatan semu hanya demi 57 triliun rupiah.

Ironinya, bukan hanya orang dewasa yang menanggung bahaya mematikan sebagai akibatnya tetapi juga anak-anak yang seharusnya diberikan hak lingkungan sehat dan dilindungi dari nikotin sang racun pembunuh dan zat adiktif lainnya.

Pasal 44 UU nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan "Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan"

Namun, undang-undang tinggallah undang-undang, pemerintah tidak melindungi anak-anak yang jumlahnya mungkin hanya sepertiga penduduk di Indonesia, namun memiliki 100 persen masa depan bangsa ini.

Pemerintah saatnya mengambil tindakan tegas memberikan perlindungan untuk anak-anak dari bahaya merokok. Uang memang penting untuk pembangunan negara, namun masa depan negeri ini yang berada di tangan anak-anak sekarang jauh lebih penting. Ketahanan nasional hanya akan tercapai dengan adanya ketahanan masyarakat yang juga akan tercapai karena adanya ketahanan keluarga yang diwujudkan dengan sehat jiwa dan raganya seluruh anggota keluarga tanpa pengaruh nikotin, alkohol, narkoba, maupun zat-zat adiktif lainnya.

Dapat dibayangkan tidak akan lahir kepemimpinan berkualitas baik fisik maupun psikis di masa yang akan datang, bahkan mungkin sebagian mati muda karena merokok. Pemuda-pemudi penerus bangsa yang sangat dibutuhkan untuk memimpin negeri ini ke dapan dalam menghadapi berbagai masalah, gangguan, ancaman, tantangan, dan hambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun