Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Metafisika Tanpa Tuhan, Mungkinkah?

21 Agustus 2014   18:46 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:57 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

..

Ilmu pengetahuan sebagai konstruksi ADA (part 2) (sebelumnya)

Dengan kata lain bila ingin memaknai atau memahaminya secara menyeluruh maka jangan mengkonsep ADA-mengkonsep metafisika-ontology diluar ‘cermin’ yang ada pada manusia secara keseluruhannya : indera-akal-hati’ sebab ketiganya memiliki fungsi tersendiri dalam mengungkap bagan dari ADA-realita secara menyeluruh. sebagai perbandingan,kaum empirik -materialist-positivistik lebih banyak menggunakan pengalaman dunia indera sebagai cermin sehingga Ada yang mereka tangkap hanya sebatas permukaan kulit luarnya semata,atau jangan juga bercermin hanya pada satu system pemikiran tertentu semata karena itupun akan membuat pemahaman kita terhadap Ada menjadi partikularistik. yang terbaik adalah memahami Ada secara alamiah-membiarkannya hadir dalam pengalaman pengalaman kita-membiarkan ia hadir sebagai intuisi intuisi - sebagai 'yang memberi petunjuk' misal

Jangan pula mengkonsep yang Ada berdasar kebenaran yang digeneralisasi secara umum sebagai ‘kebenaran obyektif’ sebab sebenarnya hanya sekian persen saja dari Ada yang memperlihatkan diri sebagai ‘obyek’ - sebagai ‘kebenaran obyektif’ yang bisa ditangkap dan difahami langsung secara umum. sebagian besar dari Ada menyembunyikan diri dan akan hadir sebagai ‘kebenaran subyektif’.dalam arti lain apa yang ditangkap umum sebagai ‘kebenaran obyektif’ sebenarnya hanyalah permukaan kulit luar dari Ada sebab ‘yang sesungguhnya-yang hakiki’ hanya bisa ditangkap - didalami dan dihayati oleh tiap subyek yang menghampiri dan atau dihampirinya. sebab itu tidak semua orang bisa memahami ‘kebenaran sejati - sesungguhnya - menyeluruh’ karena konsep konsep seperti ini hanya akan difahami di wilayah subyektifitas-pendalaman pribadi sang subyek.ini adalah rahasia besar dari Ada yang mungkin selamai ini masih belum banyak diketahui-terungkapkan.sebab itu wajar bila sebagian manusia masih terlalu mengutamakan bahkan mendewa kan ‘kebenaran obyektif’ seolah itulah ‘inti’atau essensi dari Ada

Dan mengapa saya harus mengungkap ilmu pengetahuan sebagai konstruksi ADA (?),pertama, karena sebagaimana yang menjadi tujuan dari Martin heidegger dimuka yaitu mengungkap makna ADA yang bersifat menyeluruh maka untuk tujuan itu hanya bisa diungkap melalui jalur ilmu pengetahuan.dan kedua, karena tak ada cara lain dari yang selain itu dengan kata lain artinya kita tak bisa mendalami serta memahami ADA melalui jalur khayali,ilusi atau pemikiran spekulatif semata misal.sedang beda antara ilmu pengetahuan dengan spekulasi missal adalah yang satu memiliki bangunan pikiran yang terstruktur-tidak acak sedang spekulasi itu tidak terstruktur-bersifat acak

Nah dengan memahami ilmu pengetahuan sebagai konstruksi ADA maka kita akan mulai memahami anjuran Heidegger diatas ‘membuat kebenaran - yang ada berbicara’. artinya kebenaran - yang Ada tak akan bisa berbicara kalau manusia itu sendiri membungkamnya, yang ada hanya bisa berbicara kalau ia diterima - ditempatkan sebagai mana adanya dan seharusnya sesuai essensinya.ambil contoh : kalau yang Ada itu kita posisikan sebagai suatu kategori yang hanya memiliki sifat ‘obyektif umum’ maka bagaimana kita bisa mendengar suara yang Ada melalui intuisi misal (?) .. menempatkan yang Ada sebagai suatu yang menyentuh sang subyek akan membuat yang Ada berbicara kepada tiap individu dalam tiap pengalaman yang mereka alami misal sebagai intuisi

Bila yang Ada dikaitkan dengan essensinya sebagai sesuatu yang memiliki konstruksi ilmu pengetahuan dan disisi lain dengan upaya memahami maknanya secara menyeluruh maka karena ia memiliki konstruksi ilmu pengetahuan itu maka eksistensinya akan berkaitan dengan adanya konsep kebenaran yang bersifat mutlak-menyeluruh karena ilmu pengetahuan adalah benih bagi lahirnya berbagai bentuk kebenaran.dengan kata lain didalam yang Ada itu ada rahasia konsep kebenaran menyeluruh karena didalam Ada terdapat desain bagi lahirnya berbagai bentuk ilmu pengetahuan yang satu sama lain tentu bukan untuk saling membunuh atau saling melenyapkan.atau makna yang Ada berkaitan dengan konsep kebenaran menyeluruh karena didalamnya dibangun oleh konstruksi ilmu pengetahuan

Sebagaimana kata seorang ahli Heidegger yang menyatakan bahwa konsep Ada merupakan konsep yang mencakup keseluruhan realitas. Ada adalah konsep yang ada di dalam setiap bentuk pengetahuan manusia tanpa terkecuali.maka menurut saya tentu saja yang Ada secara keseluruhannya bukan untuk hadir kepada manusia sebagai pengetahuan serta kebenaran yang acak dan terkotak kotak sehingga memaknai Ada secara menyeluruh harus berarti melihat secara keseluruhan apa saja yang ada dalam Ada dan lalu berupaya untuk merangkai keseluruhannya menjadi kesatuan makna

Dalam Ada selalu ada desain bagi lahirnya berbagai bentuk ilmu pengetahuan yang ditemukan secara berbeda beda oleh umat manusia yang semuanya itu berasal dari yang satu-mutlak dalam arti kesemua yang ditemukan yang merupakan bagian dari Ada itu bukan element yang saling terpisah atau bahkan saling melenyapkan satu sama lain,tetapi bila dirangkai akan mewujudkan konsep kebenaran menyeluruh

……………

Dan karena ADA adalah wujud yang berkonstruksi ilmu pengetahuan (sesuatu yang terdesain-tidak berbentuk acak) maka hal itu mau tak mau akan berkonsekuensi kepada gambaran adanya ‘sang pendesain’ dibalik adanya desain ilmu pengetahuan. sama dengan bila kita melihat adanya wujud fisik yang tertata maka itu berkonsekuensi kepada keharusan melogika kan adanya sang pendesain

Banyak orang yang mungkin tidak suka kalau problem metafisika lantas mulai dikaitkan dengan masalah ketuhanan yang dianggapnya wilayah ‘kepercayaan’, tetapi itu adalah konsekuensi dari problem metafisika bila ia ingin digali dan difahami secara mendasar-menyeluruh, sebagai contoh soal ‘desain’ yang meniscayakan ‘sang pendesain’ maka secara konsep keilmuan keduanya tak bisa diletakkan serta difahami secara terpisah (kalau ingin difahami secara menyatu). dengan kata lain bila jalur ilmu pengetahuan yang ingin diambil maka antara logika dengan masalah kepercayaan tetap harus dipilah -dibedakan. Missal, logika dari adanya wujud terdesain walau bagaimanapun adalah ‘sang pendesain’ terlepas dari apakah rasionalitas keharusan adanya sang pendesain itu kelak akan masuk ke wilayah kepercayaan atau tidak

Kecuali tentu bila yang Ada itu ‘dibungkam’ untuk tidak berbicara secara menyeluruh kecuali sebatas hal yang dianggap ‘obyektif’ maka ia tidak akan pernah berbicara lagi tentang hal yang berkaitan dengan hal abstrak semisal konsep ketuhanan, misal dibungkam dengan sumpal empirisme-positivisme

Tetapi bila yang manusia cari adalah konsep Ada yang mendasari seluruh realitas maka mau tak mau manusia harus masuk ke pemahaman akan adanya yang abstrak dibalik yang fisik sebab yang mendasari Ada Ada lain yang bersifat fisik tentu saja ia mesti bersifat abstrak-non fisik.dan untuk itu manusia harus mulai membuka pintu ke jalur yang berkaitan dengan konsep ketuhanan bila kelak tak ada penjelasan yang rasional dan memadai kecuali bila kita mengaitkannya dengan poin poin yang berkaitan dengan masalah ketuhanan.sama dengan ketika manusia ingin berbicara tentang hukum hukum alam semesta yang bersifat matematis-mekanistik maka ia bisa mengambilnya dari Newton missal tetapi ketika mulai berbicara tentang hal yang mendasari semua itu misal bertanya tentang darimana hukum hukum alam itu bisa berasal serta bisa menyatu secara padu maka penjelasan rasional nya mau tak mau akan mulai melibatkan konsep teologis sebab tak ada cara lain yang rasional selain itu,sebab sudah diluar kemampuan sains menerangkannya

Dan mungkin banyak yang tidak suka metafisika dikaitkan dengan konsep ketuhanan tetapi bila kita amati walau bagaimanapun Tuhan adalah sebuah konsekuensi tersendiri dari begitu banyaknya problem metafisika yang bersifat kompleks (akan selalu berkonsekuensi mengaitkan Tuhan - konsep ketuhanan bila ia ingin difahami secara mendasar-menyeluruh dan menyatu). artinya tanpa melibatkan Tuhan penyelesaian masalah metafisika walau bagaimanapun sampai hari kiamat sekalipun ujung ujungnya hanya akan berupa kepingan kepingan deskripsi spekulatif jalan fikiran manusiawi yang bisa berbeda satu sama lain, atau akan menjadi potongan potongan puzzle pengetahuan yang terserak tanpa sebuah konstruksi yang bisa menyatu padukan.nah sampai tahap ini kita bisa memahami apabila agama membawa deskripsi tentang konstruksi keilmuan yang bisa merangkai kepingan kepingan puzzle pengetahuan metafisis hingga bisa disusun secara menyatu

Metafisika yang ‘memaksakan diri’ menghindari pembicaraan yang berkaitan dengan masalah ketuhanan hanya akan menjadi metafisika yang kering dalam arti ‘bukan metafisika sesungguhnya’ karena akan selalu kembali dan kembali lagi mengacu kepada ‘obyektifitas’ - ‘hal obyektif’ seperti metafisika Immanuel Kant yang sulit lepas dari deskripsi empiristik David hume akhirnya hanya membuat Kant terpental dari ‘metafisika yang sesungguhnya’ sebab konsep metafisika yang sesungguhnya adalah konsep yang murni bermain di wilayah non fisik lepas dari keterikatan mutlak dengan postulat postulat empiristik. metafisika yang sesungguhnya adalah wilayah murni permainan akal atau rasionalitas bukan wilayah tempat bermain David hume - empirisme misal.

Dan bila kembali ke gagasan Martin Heidegger dimuka tentang tujuannya memaknai yang Ada secara menyeluruh maka tujuan itu mustahil tercapai bila pikiran seseorang terikat secara mutlak kepada paradigma keilmuan yang empiristik-positivistik. rasionalitas murni adalah sebuah jawaban tersendiri bagi problem metafisika yang bersifat kompleks.akal - bukan dunia inderawi-bukan paradigma keilmuan yang mendasarkan pada pengalaman inderawi adalah salah satu kendaraan utama menuju memahami dunia metafisika yang sesungguhnya.tanpa kepiawaian memainkan akal maka metafisika hanya akan menjadi bayang bayang empirisme -  ilmu positivistik (metafisika tanpa akal,mungkinkah ?)

Dan kini salah satu pertanyaan pentingnya tentu adalah : apakah Heidegger akan melibatkan Tuhan atau ia bisa menyelesaikan mega proyek metafisikanya seorang diri (?)

…………

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun