Ada terbentang garis batas yang memisah antara Tuhan dengan manusia yang merupakan benang merah yang tak bisa ditembus dengan cara apapun termasuk dengan cara atau metode yang ditawarkan sufisme.Tuhan tetap Tuhan dan manusia tetap manusia, masing masing tak bisa berganti posisi, Tuhan tidak mungkin berposisi sebagai manusia dan manusia mustahil dapat berposisi sebagai Tuhan
Ada tarekat-aliran sufisme yang mengajarkan suatu cara - metode melalui ritual tertentu dengan dilandasi filisofi bahwa untuk sampai kepada ke menyatuan dengan Tuhan maka manusia harus mencapai level kehilangan kesadaran diri sebagai manusia.
Tarekat Maulawiyah melakukan Tarian Mistis Darwis (Whirling Dervish Dance), tarian dari Turki ini menggambarkan seorang laki-laki memakai jubah panjang, menari berputar seperti gasing (sehingga jubahnya menyerupai payung ketika berputar), sambil menelengkan kepala dan menengadahkan tangannya dengan diiringi musik, puisi dan dzikir.Kemudian puncaknya mereka mengalami ekstase (mabuk).
Tarian ini juga dianggap sebagai bagian dari meditasi diri. Meditasi ini sangat erat kaitannya dengan ajaran sufistik Islam. Para penari pun diharapkan menggapai kesempurnaan imannya, menghapuskan nafsu, menanggalkan ego, dan hasrat pribadi dalam hidup. Kemudian, penari akan mengalami ekstase dan melebur bersama sang Ilahi.
Tarekat Naqsyabandiyah berdzikir dengan diam dan menahan nafas, tarekat Qadiriyah berdzikir nyaring berdiri dan duduk. Tarekat al-Muwafaqah membaca asmaul husna. Tarekat Junaidiyah membaca:
Subhaanallah 4.000 kali pada hari Ahad
Alhamdulillah 4.000 kali pada hari Senin
Laa ilaaha illallah 4.000 kali pada hari Selasa
Allaahu akbar 4.000 kali pada hari Rabu
Laahaula walaa quwwata illa billah 4.000 kali pada hari Kamis
Ketika melakukan dzikir bisa timbul rasa takut, duka atau rindu, sehingga membuat mereka merintih, mengerang, mencabik-cabik pakaian, hingga mengalami ekstase (mabuk). Ada juga terlanda rasa harap, gembira dan bahagia, sehingga mereka gembira, menari dan bertepuk-tangan. Bahkan cabikan kain sufi (khiraq) ini di ambil untuk mendapatkan berkah darinya.
..................
Masalahnya,betulkah Tuhan dapat digapai hanya ketika manusia kehilangan kesadaran diri (ekstase) ?
Ini adalah filosofi-cara pandang tentang Tuhan serta tentang bagaimana hubungan manusia-Tuhan yang menyesatkan yang dikarang karang oleh manusia yang menyebut diri 'sufi',karena filosofi seperti itu disamping tidak diajarkan oleh satupun dari kitab suci yang diturunkan Tuhan melalui para nabi serta tidak ada seorang nabi pun yang mengajarkan-mencontohkan atau menganjurkannya juga berlawanan dengan cara berfikir akal sehat
Menggapai Tuhan justru dapat diperoleh hanya ketika manusia berada dalam kesadaran penuh,artinya ketika akal budi masih melekat dalam diri,ketika akal budi sudah hilang akibat ekstase-mabuk apakah mabuk oleh karena minum vodka atau hilang karena melakukan tarian Darwish maka jalan untuk menggapai Tuhan justru menjadi terputus
Justru ada bahaya besar ketika manusia telah berada pada level 'ekstase' alias ketika akal budi telah terlepas dari diri karena saat seperti itu manusia tak dapat lagi mengontrol fikirannya serta tak dapat lagi mengontrol apa yang masuk kedalam fikirannya.ketika akal budi tengah jaga-sadar sepenuhnya  maka manusia dapat mengontrol fikiran fikiran buruk yang hadir kedalam jiwa nya sebagai bisikan setan.tetapi ketika tengah kehilangan kesadaran diri maka kontrol itu menjadi hilang.dan saat seperti itu imajinasi imajinasi liar dapat masuk kedalam jiwa termasuk imajinasi yang membisikan kepada sang jiwa bahwa ia telah mengalami 'kemanunggalan dengan Tuhan',bahwa kini ia 'bukan lagi manusia'. maka keluarlah ucapan ucapan yang 'ganjil' bagi akal seperti ungkapan 'ana al haqq' yang diucapkan Syech siti djenar