Mohon tunggu...
Ujang Ti Bandung
Ujang Ti Bandung Mohon Tunggu... Kompasioner sejak 2012

Mencoba membingkai realitas dengan bingkai sudut pandang menyeluruh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Menentukan Mana Benar Mana Salah itu Memerlukan Parameter

1 Mei 2016   12:36 Diperbarui: 1 Mei 2016   16:02 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seseorang pernah berkata ‘bila engkau melihat ada kesalahan pada diri saya maka itu tanda bahwa ada kesalahan pada dirimu’.

Itu mungkin hanya sekedar ‘basa basi’ atau 'joke' belaka tetapi kalimat demikian dapat mengarahkan kita pada pemahaman bahwa untuk menemukan kebenaran memang manusia memerlukan ‘parameter’.tanpa itu maka manusia akan mudah saling menyalahkan satu sama lain-mudah saling klaim diri sebagai fihak yang benar dan mungkin malah akan jatuh kepada kebingungan mana sebenarnya yang benar dan mana sebenarnya yang salah.

Sedang dualisme nilai benar-salah itu adalah sesuatu yang bersifat permanen-abadi dan sebuah keniscayaan bagi akal fikiran manusia.tanpa ada dualisme konsep nilai benar-salah,baik-buruk maka akal fikiran manusia tidak akan pernah dapat bekerja (berfikir).’kebenaran’ sebagai sebuah grand konsep paling mendasar dalam sejarah kehidupan manusia diperoleh awal mulanya dari pemahaman terhadap adanya ‘benar’ dan ‘salah’.tetapi dalam kenyataannya walau tiap manusia sama sama dikaruniai akal tetapi tidak mudah membawa manusia kepada meyakini bentuk kebenaran yang sama,dan itu karena tiap orang bisa memegang parameter atau alat ukur yang berbeda beda

Dan memang tanpa adanya parameter maka manusia tidak akan bisa menetapkan atau memastikan mana yang benar dan mana yang salah sehingga tanpa adanya parameter kebenaran yang bersifat pasti-hakiki maka yang akan terjadi adalah jatuhnya manusia pada kondisi ‘nihilisme’ alias ketiadaan pemahaman terhadap adanya kebenaran yang bersifat ‘hakiki’

Itulah fungsi parameter dalam mencari serta lalu menetapkan ‘kebenaran’.ambil contoh,disebuah ujian sekolah maka disana sang guru telah memegang parameter kebenaran yang bersifat pasti dimana dengan itu ia dapat menetapkan mana jawaban murid yang pasti benar dan mana yang pasti salah.atau analogi lain,ketika seseorang ingin memisahkan antara mana yang emas dan mana yang bukan emas maka ia akan memakai alat tertentu yang dapat membedakan antara emas dan yang bukan emas sebagai parameter nya

Sebab itu kini kita bisa faham mengapa dalam tiap perdebatan masalah ‘kebenaran’ yang dari zaman ke zaman bahkan hingga saat ini seperti tidak pernah usai maka kita memerlukan ‘parameter’,sebab tanpa menggunakan parameter maka kita akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah persis sebagaimana tanpa peralatan tertentu yang menjadi parameter alat ukurnya maka kita tak bisa menentukan sesuatu itu emas atau bukan,sesuatu itu intan atau bukan atau apa golongan darah seseorang

Masalahnya,karena problem kebenaran itu bersifat kompleks-tidak satu dimensi-tidak satu cabang-tidak satu bagan (bersifat menyeluruh) maka ada berbagai bentuk parameter kebenaran yang masing masing dapat digunakan untuk suatu problematika tertentu.ambil contoh,problematika keilmuan yang ada dan ditemukan dalam sains maka disana parameter yang biasa digunakan adalah metodologi empirisme, demikian pula dalam dunia filsafat ketika manusia (para failosof disini) mempermasalahkan problem keilmuan tertentu maka biasanya diantara mereka membuat sendiri sendiri parameter alat ukurnya.dan demikian pula agama memiliki atau berpegang pada parameter kebenaran tertentu yang tentu saja tidak dibuat oleh manusia melainkan oleh Tuhan.

Dengan kata lain baik sains-filsafat maupun agama masing masing memiliki parameter kebenaran sendiri sendiri.masalahnya adalah, kapan kita memakai parameter kebenaran tertentu untuk permasalahan tertentu yang tengah kita hadapi.problem ilmu ilmu empirik yang biasa terdapat dalam sains tentu bukan untuk selalu diselesaikan dengan menggunakan parameter yang  diberikan oleh agama,dan demikian pula problem metafis yang sudah berkaitan dengan Tuhan-agama atau hal hal yang bersifat gaib tentu bukan pada tempatnya apabila menggunakan parameter yang biasa digunakan dalam sains

Kesalahan dalam menggunakan parameter alias menggunakan parameter kebenaran yang tidak pada tempatnya itu dapat berakibat fatal,misal sebagai contoh;banyak terjadi penghakiman negative terhadap agama Ilahiah sebagai ‘suatu yang bukan berdasar ilmu’-‘hanya berdasar ilusi’-‘tidak rasional’ dlsb,itu karena sebagian orang menelusuri problem metafisis yang berkaitan dengan agama tetapi hanya menggunakan parameter yang biasa digunakan dalam sains

Analoginya,tukang kayu-tukang meubel akan menggunakan meteran yang biasa digunakan orang ketika mereka membuat perabotan seperti lemari-kursi-meja dlsb.dan tentu meteran tidak cocok apabila digunakan untuk menmgukur dalamnya lautan atau panjang dari bumi ke bulan.persis seperti itu pula apabila parameter yang bersandar pada atau dibuat berdasar metodologi empirisme digunakan untuk menyelesaikan problem kebenaran yang bersifat kompleks yang sudah berkaitan dengan dunia metafisik

……………………………………………….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun