Mohon tunggu...
Maiton  Gurik
Maiton Gurik Mohon Tunggu... Relawan - Pengiat Literasi Papua

| Bebaskan Gagasan |

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat Papua Melawan Ketidakadilan

29 November 2017   00:32 Diperbarui: 29 November 2017   00:43 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

DARI sekian banyak persoalan Papua, salah satunya adalah masyarakat  melawan ketidakadilan, hukum yang cacat moral, kekerasan dan budaya  ketidakadilan yang masih dipelihara oleh negara penjajah seperti warisan  para Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun lamanya. Penjajah  merupakan sumber utama dari ketidakadilan dan ketidak berdayaan  masyarakat terjajah.

 Oleh sebab  itu, masyarakat Papua   melawan ketidakadilan terhadap  negara sebagai  mental penjajah. Bila menggunakan kelemahan sebagian moral negara dan  kebijakan publik yang masih mewarisi mental penjajah. Agar mencari  keuntungan dengan atas nama negara, mengambil sumber daya alam dengan  kejam dan keji membuat hukum menjadi pasal karet, ketimpangan sosial  membengkak, ekonomi kapitalis mengakar melahirkan konflik sosial dan  menciptakan ketegangan terhadap kaum wong cilik, membuatnya duka dan  luka ketimbang suka dan cita.

 Karenanya, semua organisasi,  pagayuban, LMS, OKP, dan organisasi kemasyarakatan mencoba menggalang  kebersamaan untuk melawan ketidak adilan terhadap negara secara sukarela  dan revolusioner. Walau, negara mencoba membangun Papua sejak masa orba  hingga reformasi. Dengan sejenis pendekatan Otsus, Up4p, dan Otsus  Plus. Namun, tidak dapat membuahkan hasil yang diharapkan - kepemimpinan  Jokowi sekalipun itu, hanyalah menjadi janji-janji manis dipanggung  politiknya. 

 Sudah sedemikian, sikap tidak tau malu pun tidak ada  sama sekali terhadap negara tetangga, yang sudah pandangan dan wawasan  nya jauh memikirkan tentang kehidupan mereka di luar angkasa, sementara  negeri ini masih diadu domba dan saling sikat. Isu SARA masih  dipelihara,  budaya korup menjadi penyakit penguasa, praktek hukumnya  menjadi pecundang dan kaku, yang salah dibenarkan dan sebaliknya yang  benar disalahkan. Apa karena, penyakit jaman Belanda dengan politik  divide et impera itu masih dipelihara? Bisa ia, bisa juga tidak.  Tergantung kita melihatnya, sandiwara yang dimainkan oleh negara abuti  (abunawas tinggi) ini.** Semoga!

 Kuningan, 28 November 2017.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun