Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ikhtiar dalam Balutan Tangis

6 Oktober 2018   09:24 Diperbarui: 6 Oktober 2018   10:46 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri: Ufqil Mubin dan Kanda Sopiar| Dokumentasi pribadi

Setelah seharian bergerak menyinari bumi, mentari segera menutup perjalannya menuju peraduan. Pukul 17.30 Wita, Kota Tenggarong masih nampak cerah. Penduduk setempat bergegas menyiapkan diri menunaikan sholat maghrib. Pekerja mulai beranjak dari tempat kerjanya. Menutup hari dengan syukur. 

Tak jauh berbeda, mahasiswa di Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) menutup hari dengan rasa lelah karena seharian memeras pikiran untuk menerima pelajaran dari dosen. Ada yang pulang menggunakan sepeda, berjalan kaki, dan menggunakan motor keluaran 1990.

Begitu pula dengan Rahmawati, Sopiar, dan Suroto. Mereka telah menutup hari dengan kerja keras untuk mendapatkan secercah ilmu pengetahuan dari kampus. Kali ini, ketiganya nampak bersemangat menjalani hari-hari di kampus. 

Mereka menjadi idola baru di Kampus Ungu itu. Keikutsertaan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) banyak mengubah pemikiran mereka. Daya kritis terbentuk karena rasa haus akan nur 'ilm. Mereka menjelma menjadi bintang kampus yang banyak menyorot perhatian mahasiswa dan dosen.

Setelah beranjak dari kampus, ketiga mahasiswa semester awal itu tidak serta merta pulang ke rumah. Mereka menguras energi untuk memastikan basic training atau latihan dasar HMI yang pertama kali di selenggarakan di Tenggarong.

Rahmawati memiliki tugas yang jauh lebih berat. Ditunjuk menjadi ketua panitia yang merangkap sebagai perekrut peserta, dan menyiapkan seluruh tahapan pembukaan latihan. Ketiganya saling menguatkan dan memompa semangat. Berusaha sekuat tenaga memastikan kegiatan perdana itu tidak menimbulkan kekecewaan peserta dan pembimbing mereka dari HMI Cabang Samarinda.

Tiga tunas baru HMI itu telah berhasil merekrut 21 orang mahasiswa untuk mengikuti basic training. Mereka harus memastikan seluruh peserta dapat mengikuti kegiatan yang diadakan di Balai Umum Kelurahan Melayu, Danau Murung, Tenggarong. Sejatinya, setiap orang dari ketiganya diminta pengurus cabang untuk merekrut sepuluh peserta. Namun setelah berhari-hari berusaha, mereka hanya mampu merekrut 21 orang. Tetapi usaha keras itu tetap mendapat apresiasi tinggi dari pengurus cabang di Samarinda. Target boleh saja meleset, tetapi usaha tanpa henti mereka adalah bukti keseriusan mengemban amanah. Maka patut diacungi jempol karena mampu menghadirkan puluhan peserta untuk mengikuti kegiatan sebagai prasyarat menjadi anggota HMI itu.

Atas instruksi dari Koordinator Steering Committee, Salamet Said, kegiatan dilaksanakan selama tiga hari. Kebijakan lainnya, supaya tidak mengganggu perkuliahan peserta dan panitia, waktu jam kuliah berlangsung, setiap peserta diperbolehkan tidak mengikuti training. Dengan kesadaran pribadi, peserta kembali ke arena latihan setelah mengakhiri kuliah di kampung Unikarta. Semuanya ikut serta dalam kegiatan itu atas kesadaran ingin mengembangkan diri, mendapat ilmu pengetahuan, serta menimba pengalaman baru dari panitia dan pemateri.

Latihan diadakan sepekan sebelum pemilihan legislatif yang akan diselenggarakan pada 9 Juni 1992. Bersamaan dengan itu, sedang berlangsung masa tenang pemilu. Pemerintah Kabupaten Kutai---sekarang Kutai Kartanegara (Kukar)---melalui Kepala Kantor Sosial dan Politik (Kakansospol), Mahlan, meminta panitia menunda kegiatan. 

Masa tenang pemilu mewajibkan setiap warga negara agar tidak mengumpulkan massa. Namun Rahmawati, Sopiar, dan Suroto serta steering Committee meyakinkan bahwa kegiatan tersebut tidak berkaitan dengan pemilu dan tidak mengganggu keamanan. Dengan berat hati, Mahlan memberikan izin. Bahkan Bupati Kutai, Said Sjafran memberikan bantuan berupa uang Rp 200 ribu--uang dengan jumlah besar di tengah kurs rupiah terhadap dollar masih berkisar di angka Rp 2.000 dan harga-harga kebutuhan pokok masih sangat murah.

Namun belakangan, sikap kekeh itu harus dibayar mahal. Setelah kegiatan, panitia harus memberikan laporan tertulis kepada pemerintah setempat. Di akhir kegiatan, Mahlan memanggil Rahmawati untuk menemuinya di Kansospol. Mantan anggota militer itu meluapkan kemarahannya pada perempuan berjilbab tersebut. Dalam ingatan Sopiar, Rahmawati sempat menitikkan air mata. "Waktu memberikan laporan itu, Rahmawati dimarahi Kakansospol. Namanya perempuan, kalau dibentak itu nangis," demikian Sopiar berkisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun