Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbedaan Seharusnya Tetap Jadi Guru Terbaik

5 Juni 2019   07:34 Diperbarui: 5 Juni 2019   17:03 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perbedaan adalah sunnatullah.

Dimulai dari jenis berbeda jenis kelamin, Adam dan Hawa, laki dan perempuan. Selanjutnya karena perbedaan fenotip-genetik, letak geografis dan iklim maka muncul 3 ras besar manusia, sampai dengan perbedaan individual: intelejensia, cara berfikir, kesukaan dan lainnya.

Secara umum, perbedaan-perbedaan di atas dapat didamaikan manusia, walai dalam prosesnya tidak semudah dan sesederhana hingga tercapainya perdamaian. Di dalamnya, ada perbedaan pendapat, perselisihan, konfliks hingga perang. Tapi, lagi-lagi saya harus katakan, semua bisa berujung perdamaian. Pembedanya adalah harga (tebusan) dari perbedaan, waktu dan cara penyelesaian menuju perdamaian.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa perbedaan bagi manusia bukanlah hal baru, besar atau mengkhawatirkan. Namun, uniknya, bagi manusia perbedaan tidak pernah menjadi media pembelajaran. Manusia seolah cepat lupa dengan perdamaian-perdamaian yang telah dicapai sebagai keberhasilan manusia dalam mengatasi perbedaan.

Perbedaan latar belakang/pengalaman,  kognitf,  persepsi, cara berfikir berujung kepada perbedaan pendapat. Ini pun telah banyak prestasi manusia baik secara kolektif ataupun individual berhasil mengatasi perbedaan pendapat. 

Mari kita sejenak bertamasya ke waktu lampau, di saat kita berada di lingkungan rumah, sekolah, komunitas, organisasi dan masyarakat. Di sana ragam perbedaan pernah kita alami, dan sebagian besar berujung kepada prestasi bahwa kita berhasil melewati dan mengatasinya.

Lagi-lagi, saya harus saya sampaikan, manusia adalah pembelajar buruk untuk perbedaan. Prestasi kita di masa lalu, nampaknya belum cukup kuat menajadi dasar dalam menghadapi perbedaan berikutnya. Pengalaman tak lagi jadi guru terbaik.

Polarisasi pendapat menjelang, dan pasca pilpres, adalah contoh nyata, bagaiamana kita seolah menjadi anak kemaren sore dalam menyikapi perbedaan pendapat. Tak ada lagi, nampaknya kebijakan-kebijakan kita sebagai expert yang telah berprestasi dalam menyikapi berbagai perbedaan.

Apa faktor utama hingga manusia sulit menjadi pembelajar sukses berhadapan dengan perbedaan?

Biarlah, masing-masing dari kita dan serpihan kebijakan yang tersisa menjawab pertanyaan di atas.

Salam damai di hari fitri....

Selamat hari raya Idul Fitri 1440 H.

Mohon maaf lahir bathin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun