Seperti Apa Terbebas dari Dendam Derita? - Joko Pinurbo
Seperti pisau yang dicabut pelan-pelan
dari cengkeraman luka.
(2005)
Jika merokok adalah kisah perjumpaan, maka saya adalah golongan yang terpapar sejak dini.Â
Sekurang-kurangnya pada usia kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Perjumpaan ini difasilitasi oleh permen berhadiah rokok yang dibeli seorang kawan, di sebuah warung kecil. Jayapura adalah kotanya.
Dia memenangkan sebungkus Bentoel Biru yang rasanya bukan saja aneh tapi segera saja merangsang pusing dan mual; mabuk.
Pada masa itu, rasanya Bentoel Biru mewakili citarasa kelas menengah, mapan dan laki banged--serupa Marlboro yang isinya dunia cowboy melulu.Â
Anak 90-an paham benar jika dua merek ini pernah merajai tayangan iklan bersamaan dominasi stasiun televisi swasta.
Sesudah jumpa pertama yang penasaran, keringat dingin takut ketahuan dan menyakitkan, saya justru terus masuk ke pengalaman merokok yang lebih intens. Saya mulai terbuka pada segala yang mungkin.Â
Maka dari jenis rokok yang dipakai di acara rapat 17-an hingga ke jenis yang hanya sepadan dengan nongkrong di bawah udara malam kafe. Dari petualangan rasa yang sembunyi-sembunyi hingga merasa lebih pede tampil di ruang publik.