Mohon tunggu...
Tupari
Tupari Mohon Tunggu... Guru di SMA Negeri 2 Bandar Lampung

Saya adalah pendidik dan penulis yang percaya bahwa kata-kata memiliki daya ubah. Dengan pengalaman lebih dari 21 tahun di dunia pendidikan, saya berusaha merangkai nilai-nilai moral, spiritual, dan sosial ke dalam pembelajaran yang membumi. Menulis bagi saya bukan sekadar ekspresi, tapi juga aksi. Saya senang mengulas topik tentang kepemimpinan, tantangan dunia pendidikan, sosiologi, serta praktik hidup moderat yang terangkum dalam website pribadi: https://tupari.id/. Kompasiana saya jadikan ruang untuk berbagi suara, cerita, dan gagasan yang mungkin sederhana, namun bisa menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Budaya Ngajeni dalam Jamuan Rapat

29 September 2025   13:51 Diperbarui: 29 September 2025   21:18 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidangan kopi dan snack dalam jamuan rapat dinas.  (Sumber: Dok. Pribadi/Tupari) 

Beberapa waktu lalu saya menghadiri rapat MGMP Se-provinsi Lampung dengan Pengurus MKKS provinsi Lampung terkait percepatan kemajuan pendidikan di Lampung. 

Di atas meja berlapis taplak merah, secangkir kopi hitam mengepulkan aroma hangat. Di sisinya, sepotong kue basah berwarna mencolok, selembar tisu putih, dan permen mint yang dibungkus sederhana. 

Suguhan itu begitu akrab dalam keseharian kita. Hampir setiap kali menghadiri rapat, baik di balai desa, kantor pemerintahan, kampus, atau forum warga, suguhan ini selalu hadir seolah menjadi bagian tak terpisahkan.

Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan merenung: apa arti secangkir kopi dalam rapat kita? Dalam budaya Jawa, suguhan itu bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari ngajeni - sebuah wujud penghormatan dan penghargaan tuan rumah kepada para tamu.

Jamuan dan Budaya Menyambut

Dalam budaya Indonesia, menjamu tamu bukan sekadar soal makanan dan minuman. Ia adalah bahasa nonverbal tentang penghormatan, kehangatan, dan penerimaan. Di berbagai daerah, suguhan sederhana sudah cukup menjadi tanda bahwa tuan rumah menghargai kehadiran tamunya.

Dalam masyarakat Jawa, suguhan berupa teh panas atau kopi adalah bagian dari tradisingajeni”. Begitu pula di Minangkabau, kopi bukan hanya minuman, melainkan perekat obrolan yang membuka pintu musyawarah. Bahkan di daerah pedalaman, ketika tamu disuguhi segelas air putih, itu pun bermakna: tamu tidak dibiarkan duduk tanpa perhatian.

Dengan demikian, secangkir kopi dalam rapat kita sesungguhnya adalah warisan budaya menjamu tamu yang dibawa ke ruang formal. Ia berfungsi sebagai pengingat bahwa setiap pertemuan bukan sekadar forum diskusi, melainkan juga ajang membangun relasi sosial.

Ngajeni adalah istilah dalam bahasa Jawa yang berarti menghargai, menghormati, atau memuliakan orang lain.

Maknanya tidak sekadar sopan santun, tetapi mencakup sikap batin yang tulus dalam menghargai keberadaan, pendapat, serta peran orang lain. Dalam praktik sehari-hari, ngajeni bisa terlihat dalam hal-hal sederhana, seperti:

  • menyuguhkan kopi atau makanan kecil saat rapat,
  • mendengarkan lawan bicara tanpa menyela,
  • berbicara dengan bahasa yang halus,
  • serta menjaga sikap agar tidak merendahkan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun