Mohon tunggu...
Hendri Kurniawan
Hendri Kurniawan Mohon Tunggu... Lainnya - Intelektual Organik.

-Microbiology and Agriculture Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Satpol PP Beraksi: Sebuah Arogansi saat Pandemi Tak Terkendali

17 Juli 2021   05:00 Diperbarui: 17 Juli 2021   05:18 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Video oknum satpol PP yang dengan arogan memukul sepasang pasutri pemilik warung di Kabupaten Gowa sampai juga ke hadapan saya. Melihat video tersebut bagaikan mengalami de javu, seperti "ooh oke dipukul". Rasanya, saya sudah menduga kejadian tersebut akan terjadi seperti sebuah sinopsis naskah teater yang sudah dipelajari sebelum melihat suatu pementasan. Sehingga imajinasi berkembang liar menebak-nebak adegan apalagi yang akan muncul namun dalam sebuah kerangka sinopsis "arogansi".

Saya heran kenapa imajinasi bisa mendahului penggunaan rasio ketika melihat video tersebut. Setelah merenung dalam waktu yang tidak terlalu lama, akhirnya saya pun menyadari bahwa memang masyarakat sudah memberikan stigma "galak, arogan dsb" kepada yth. Satpol PP.

Stigma tersebut tentunya datang bukan serta merta jatuh dari langit. Ya, mulai dari perusakan dan pemukulan saat penertiban PKL, hingga penyitaan tabung gas LPG saat pandemi baru-baru ini jelas menjadi asal muasal stigma tersebut.

Satpol PP, sang Pamong sebagai Representasi Pemerintah

Satpol PP adalah sebuah instansi pemerintahan yang, saat video tersebut direkam, sedang melaksanakan program pemerintah kaitannya dengan pengendalian penyebaran virus covid-19 melalui program PPKM Darurat. Sudah seharusnya, Satpol PP ikut mensukseskan program tersebut dengan penuh tanggung jawab. Apa kerennya mendapat stigma "arogan"? Apakah memang juknis/juklak/sop Satpol PP dalam bekerja harus mengedepankan kekerasan serta arogansi kekuasaan? Saya rasa pendekatan persuasif-humanis, sebagaimana ssungguhnya sangat melekat dengan kata Pamong, menjadi opsi yang harus dikedepankan dalam bekerja. Apalagi dalam menyampaikan kebijakan pemerintah untuk mengatasi pandemi ini. Alih-alih dapat sukses menyampaikan misi dari kebijakan pemerintah, arogansi dikhawatirkan akan menambah jumlah masyarakat yang denial terhadap Covid-19.

Usut Oknum Satpol PP Tersebut Sebelum Terlambat.

Saya pribadi susah memberikan keberpihakan pada oknum Satpol PP tersebut. Sedari awal video direkam, pintu cafe tertutup satu, tidak ada tamu/pelanggan, provokasi pertama kali dilakukan oleh Satpol PP, bahkan kalau saya mau mengajak kaum feminisme nih, frasa "Pakaian seksi" jelas tidak relevan untuk dikeluarkan Oknum Satpol PP tersebut. Singkat cerita, sudah selayaknya pemrosesan secara hukum harus dilakukan kaitannya dengan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Pemrosesan penting untuk mengembalikan kepercayaan publik dan citra baik satpol PP. Pemukulan, yang dengan jelas terekam kamera cctv adalah sebuah penganiayan yang dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat 1 KUHP.

"Pasal 351 Ayat 1: Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."

Narasi Media Menyudutkan Korban
Fokus pembahasan di media massa akhir-akhir ini justru menyudutkan korban. Dua hal yang sering terdengar adalah "Istrinya melempar kursi dan ternyata sang istri tidak sedang hamil".

Kedua hal tersebut menurut saya tidak perlu diteliti pihak Kepolisian. Tidak perlu menjelaskan lagi, Sebagaimana sudah diatur cukup jelas dalam Pasal 49 KUHp

"Pasal 49 KUHP: Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun