Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siapa Dhandhang, Siapa Pula Kuntul Itu?

6 Mei 2021   08:20 Diperbarui: 6 Mei 2021   08:31 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa Dhandhang, Siapa pula Kuntul itu?

JC Tukiman Tarunasayoga

 

Tibalah saatnya, -saiki lagi tekan zamane- , dan sedang "sangat laku" dhandhang diunekake kuntul,  Peribahasa ini (dhandhang diunekake kuntul)  melukiskan betapa dewasa ini sangat dianggap biasa dan ternyata bisa-bisa saja,  orang (hal) yang faktanya jelek namun disebut-sebut sebagai baik. Ikutannya, ialah orang (hal) itu senyatanya salah, bisa-bisanya dikoar-koarkan benar; hitam disebut-sebut putih; korupsi disebut-sebut berjasa, pendapat miring dikemas-kemas menjadi top-markotop; dan dalam posisi salah dipermak-permak menjadi (seolah-olah) benar. Tekan (lagi) zamane: kewolak-walik.

Dhandhang itu burung gagak, dan sampai jagad mana pun, burung gagak selalu berwarna hitam, dengan suara khasnya kwuakkkk.....kwuakkkk......kwuakkkkk. Kalau seekor gagak sedang  terbang seraya berbunyi seperti itu, dan seolah-olah hilir-mudik berulangkali di atas suatu wilayah dusun misalnya; warga setempat menengarainya sebagai pertanda bahwa sebentar lagi akan ada orang dari warga dusun itu meninggal dunia. Benarkah begitu? Tanyakan langsung saja kepada gagak, ehhh si dhandhang itu.

Kuntul, juga sejenis burung sebangsa belibis, -di beberapa tempat disebut blekok- ; dan di belahan dunia mana pun burung itu hidup, kuntul pasti berwarna putih. Kalau dhandhang makanannya bangkai (berarti kemampuan penciumannya khas juga). kuntul mencari makanan di sawah, rawa, atau pun tempat semacam itu. Suara kuntul seperti apa? Tanyakan langsung saja kepadanya, hehehehe..........

Peribahasa selalu menarik, dan salah satu alasannya karena ungkapannya selalu to the point, lugas, ora basa-basi, bahasa kerennya breakthrough: Dhandang diunekake kuntul. Pukulannya menohok-keras-kena-pas, sindirannya menghujam, jelas-jelas hitam, mengapa disebut-sebut putih, jelas-jelas jelek mengapa dikatakan baik. Tegasnya, dhandhang diunekake kuntul jelas-jelas berlawanan dengan common sense. Pertanyaannya, mengapa "model berwacana" semacam ini justru sedang sangat digemari masyarakat, media sebutlah contohnya? Begitu gencarnya model berwacana dhandhang diunekake kuntul, sampai-sampai saat ini kita sangat boleh jadi bingung bin bertanya-tanya: Siapa sih dhandhang itu di zaman atau era sekarang ini? Siapa pula sih kuntul itu?

Mengambil contoh yang sedang terjadi di KPK saat ini, sebutlah kegiatan ilmiah test wawasan kebangsaan, -sebuah test internal- , siapa dhandhang dan siapa kuntul di dalam tubuh KPK sedang "digugat" padahal seharusnya tidak perlu lagi dipertanyakan. Lugasnya, -seharusnya nih- , begitu hitam ya berarti dhandhang, dan begitu putih, ya kuntullah. Namun, model berwacananya berkembang, mermen-mremen, sampai mempertanyakan siapa pembuat test itu; seperti apa test dan hasilnya, mengapa bla.....bla........; mengapa tidak bla.....bla...... Ramailah, dan dhandhang diunekake kuntul; seraya ikutannya ialah kuntul diarani dhandhang, yaitu yang putih disebut-sebut )bahkan dituding-tuding) hitam, pekat lagi.

Bagaimana "menyelesaikan" permasalahan semacam ini?  Peribahasa dalam bahasa Indonesia telah mengajarkan dengan sangat bagus, yakni "Sesat di ujung jalan, balik ke pangkal" (judul buku saya berjudul seperti ini, silahkan shoping di e-book). Sebetulnya, masalah di KPK ini tidaklah separah atau "sesesat" itu, namun bahwa harus segera melihat "pangkalnya" rasanya suatu langkah yang bagus, apalagi kalau nantinya menjadi-jadi. Sisi gelap/hitam dalam berbagai aspek kehidupan ini, tetap harus dapat diatasi (baca: dikalahkan) oleh sisi putih. 

Seberapa negatifnya orang berfikir bahkan menuduh, hendaklah dapat diatasi oleh cara dan pikiran positif; sehingga dhandhang ya dhandhang, jangan sampai dipaksa-paksakan menjadi/sebagai kuntul. Mereka yang menguntulkan dhandhang, kalau perlu harus ditemukan, sebab jangan-jangan dialah si dhandhang utamanya,  yang memanfaatkan apa yang sedang terjadi di KPK ini sebagai medan perjuangannya. Kalau benar seperti itu, namanya "Diobok-obok airnya diobok-obok ............." Lawan!

-0-

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun