Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saran buat Pak Jokowi yang Tengah Gamang Soal Perppu KPK

4 Oktober 2019   15:35 Diperbarui: 4 Oktober 2019   15:51 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menghadiri pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (1/10/2019). Sebanyak 575 anggota DPR terpilih dan 136 orang anggota DPD terpilih diambil sumpahnya pada pelantikan tersebut ANTARA FOTO/ NOVA WAHYUDI | KOMPAS.com

Kekeliruan yang dimaksud pada Pasal 29 butir e terkait syarat usia minimal dan maksimal bagi pimpinan atau komisioner KPK. Pada pasal itu disebutkan usia minimal 50 tahun dan maksimal 65 tahun. 

Poin kelirunya terdapat pada penulisan angka dan keterangan syarat usia minimal. Angka tertulis "50" sementara keterangan (dalam kurung) tertulis "empat puluh tahun".

Apakah hanya karena soal "Typo" makanya Presiden Jokowi menunda penerbitan Perppu? Saya rasa tidak. Sekali lagi menunda, bukan batal menerbitkan Perppu. Saya sangat yakin beliau akan menerbitkan Perppu jika beberapa hal berikut terjawab dengan benar dan tepat:

Pertama, tidak ada kondisi darurat yang bersifat memaksa, yang mengancam keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Situasi negara masih terkendali. Tekanan massa tidak boleh jadi alasan utama penerbitan Perppu. Bila dituruti, negara ini nanti bisa diombang-ambingkan seenaknya oleh mereka yang punya massa.

Kedua, sudah ada pihak tertentu (sekelompok mahasiswa) yang mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga keputusan hakim wajib ditunggu.

Meskipun jika dipahami, sebenarnya UU KPK hasil revisi belum resmi berlaku (karena tidak ada nomor lembar negara) tapi tergesa-gesa dibawa ke pengadilan. 

Harusnya memang dimasukkan dulu ke dalam lembaran negara, baru kemudian diujikan di MK. Sepertinya hakim MK bakal menolak menguji karena materinya belum jelas, UU KPK hasil revisi belum jadi UU yang resmi berlaku.

Ketiga, dengan UU KPK hasil revisi belum resmi diterapkan, maka UU Nomor 30 Tahun 2002 tetap berlaku sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Maka artinya UU KPK hasil revisi sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam lembaran negara supaya bisa diujikan ke MK.

Apabila nantinya hakim MK menyatakan UU KPK hasil revisi bermasalah dan perlu dikoreksi, maka Presiden Jokowi baru punya kewenangan menerbitkan Perppu atau meminta DPR melakukan legislative review.

Penerbitan Perppu atau permintaan legislative review tetap harus menunggu keputusan hakim MK atas judicial review. Oleh karena itu langkah yang paling baik diambil oleh Presiden Jokowi adalah langsung memasukkan UU KPK hasil revisi ke dalam lembar negara supaya resmi berlaku, sehingga dengan cepat pula digugat oleh publik.

Tidak hanya untuk menjawab tuntutan publik, status UU KPK hasil revisi mesti diperjelas (Perppu atau legislative review) supaya tidak mempengaruhi jadwal pelantikan para komisioner baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun