Pelebaran jalan trotoar (yang sering disebut jalur khusus bagi pejalan kaki) di DKI Jakarta terus dilakukan. Yang biasanya selebar dua meter dibuat menjadi tiga atau empat meter. Pokoknya trotoar diperlebar dan diperbaguslah intinya.
Tentu kebijakan tersebut patut diapresiasi karena Pemprov DKI Jakarta bisa dibilang punya perhatian kepada para pejalan kaki di ibu kota. Namun apakah pelebaran trotoar murni demi kepentingan orang lalu-lalang?
Ternyata tidak, trotoar akan digunakan juga sebagai tempat bagi para pedagang kaki lima (PKL) untuk berjualan. Hal itu ditegaskan oleh Gubernur Anies Baswedan.Â
Anies berpendapat bahwa trotoar di Jakarta dapat dimanfaatkan seperti yang berlaku di negara-negara lain di dunia, yaitu multifungsi, salah satunya tadi untuk mengakomodasi para PKL.
"Kita bisa lihat berbagai tempat lain di dunia itu yang namanya sidewalk atau trotoar bisa multifungsi, jadi justru kita ingin nanti multifungsi," kata Anies di Balai Kota (29/8/2019).
Mantan Mendikbud itu mengatakan keberadaan para PKL akan ditata sama dengan para musisi yang kerap menggunakan trotoar untuk beratraksi di sekitaran kawasan Jalan Jenderal Thamrin dan Sudirman (dari Bundaran HI hingga Bundaran Patung Pemuda Senayan).
"Contoh saja di trotoar di dekat bundaran HI. Di dekat FX (Sudirman) itu ada kegiatan seni musik. Itu kan di trotoar juga. Nah, maksud saya tuh pemanfaatannya bisa banyak. Dan kita ingin Jakarta adil bagi semua, jangan Jakarta itu hanya milik sebagian," lanjut Anies.
Saya kurang tahu negara mana yang memperbolehkan trotoar berjualan, bahkan jika itu masuk jalur protokol. Kalau untuk kegiatan atraksi musik mungkin wajar saja, karena produksi sampah pasti minim.
Lalu bagaimana dengan kegiatan berjualan? Bukankah selain menghambat orang jalan kaki, trotoar bakal jadi tempat sampah berserak? Mungkinkah suatu saat pedagang ikan pun akhirnya bisa berjualan di trotoar Jalan Jenderal Sudirman?
Mengapa Anies tidak mengantisipasi, misalnya para pedagang bisa saja ogah jualan lagi di pasar karena di trotoar lebih simpel?Â