Mohon tunggu...
Nyonya Besar
Nyonya Besar Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Verified

Sering marah, tapi gak suka marah, hobinya masak, padahal gak bisa juga, senang kalau menang di debat kusir, sering juga mikir yang gak penting-penting, trus marah-marah, gak bisa berhenti makan (saya hanyalah wanita biasa), bahagia saat nonton drama korea sambil nangis sesegukan, tidak punya bakat olahraga tapi kecanduan badminton dan voli. Pengennya suka nulis, tapi malas baca, malas tidur, lebih malas lagi kalau bangun, lemah hati tapi bohong demi imej.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mohon Petunjuk Suhu Sekalian Bagaimana Sebaiknya Mendidik Anak

31 Agustus 2020   23:21 Diperbarui: 31 Agustus 2020   23:14 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash Annie Spratt

Setelah kemarin numpahin unek-unek, hari ini mau nanya ke sejagad kompasiana dan alam semesta blogger serta sesepuh suhu-suhu ahli pendidikan dan perkembangan anak. 

Yang mau saya tanyakan soal cara mendidik anak yang sebaik-baiknya. Yang kira-kira baik dijalankan. Yang kira-kira baik untuk si anak kelak. Kalau berkenan, sekalian sedikit petunjuk argumennya ya. 

Kondisinya begini. Domisili jelas Indonesia, tumbuh dan berkembang juga di sini. Belum rencana untuk menyekolahkan anak ke.luar negri. Jadi faktor eksternal ya sesuai di Indonesia saja. Maksud saya dengan faktor eksternal termasuk budaya, agama, pendidikan, serta perbedaan-perbedaan lain yang umum ditemukan di Indonesia saja. 

Permasalahan yang  bikin saya galau karena saya menemui banyak sekali kecurangan disana sini. Banyak juga intoleransi. Contoh nih ya, ada oknum tetangga yang sesuka hatinya membakar sampah atau dedaunan di lapangan tanah kosong sebelah rumahnya. 

Itu tanah sebenarnya ditetapkan sebagai fasum, namun karena tidak ada yang mau patungan buat merawat, jadinya si oknum sendiri yang memanfaatkannya dijadikan lahan parkir, lahan tempat bakar daun/sampah, nitip barang gudang dan sebagainya sekreatif otaknya.  Sampah miliknya, mau dibakar, mau dimakan sebenarnya hak beliau sih. 

Cuma kalau dibakat trus ada asap, kok ya semua orang jadi harus ikut menikmati juga? Kan intoleran itu jadinya kan?  Kalau kecurangan contohnya barang palsu yang dijual di pasar online. 

Ngotot ngaku barang asli original buatan pabrik langsuung , padahal palsu. Tujuannya jelas bikin tenang pembeli, biar uang bisa cair. 

Kenapa gak jujur saja sih, "iya bu, ini barang kw super tingakt dewa". Susah banget jujur? Takut apaan? katanya percaya rejeki di tangan Tuhan. Kenapa takut tidak kebagian pembeli sampai harus curang?

Ya itu sekelumit cerita pembuka dari pertanyaan saya berikut. Dengan kondisi kehidupan di Indonesia kini dan beberapa puluh tahun ke depan, bagaimana sebaiknya cara mendidik anak yang baik? 

Apakah sebaiknya dikenalkan dengan kenyataan gelapnya dunia? Kemudian sekaligus diajarkan cara menghadapi atau menghindari atau mengatasi atau bahkan menguasainya? 

Apakah lebih baik diajarkan kebaikan saja? Biar ia tumbuh menjadi orang baik, karena kebaikan akan selalu menang? Walau nanti penuh luka dan tangis darah menghadapi keganasan dunia? Apakah diajarkan cara tabah dan sabar, "nrimo" dengan apa pun yang dilemparkan dunia kepadanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun