Mohon tunggu...
Tsuroyya Rizqi
Tsuroyya Rizqi Mohon Tunggu... Guru - Muslimah

seseorang yang pesimis akan melihat kesempitan dalam kesempatan, tapi seseorang yang optimis akan melihat kesempatan dalam kesempitan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tamparan Pagi Hari

29 Januari 2020   13:20 Diperbarui: 29 Januari 2020   13:27 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bersamaaan dengan menyebarnya sinar  mentari, hampir disetiap sudut desa ataupun kota mulai ramai penghuni, kendaraan berlalu lalang padati jalanan yang setiap detiknya tak pernah sepi. Pagi hari, iya pagi adalah pembuka dari sebuah hari yang sempat tertutup oleh malam. Dimana waktu pagi hampir semua orang berbondong-bondong untuk mencari rezeki, merajut asa, juga meraih mimpi melalui  profesi masing-masing. Petani, pedagang, guru, siswa, pekerja kantor dan juga profesi lainnya.

Pagi ini, dibelakang antrian panjang perempatan lampu BangJo. Ditengah-tengah keramaian padatnya kendaraan yang saling membunyikan klakson masing-masing bak suara burung yang saling bersahutan karena sedang dikejar waktu agar tak terjebak kembali dengan angka merah yang tertulis ditiang lampu.

Seorang laki-laki muda pengendara sepedah supra yang berbaju sedikit lusuh kelihatannya dibanding dengan pengendara kendaraaan-kendaraan mewah lain disampingnya yang berjas licin dan bersepatu rapi berhasil menyita perhatian puluhan pengendara kendaraan yang berbaris di belakangnya.

Bagaimana tidak ? Diantara sekian banyak pengedara yang sedang melotot memperhatikan berjalannya angka merah. Bapak tersebut justru turun dari kendaraan beliau yang bisa dibilang  berada ditengah jalan. Banyak pengendara lain sempat melihat dengan sedikit rasa bingung dan bertanya-bertanya, ada apa ? Mogok ? apa yang dilakukan ?

Tak terduga, dengan santai beliau membuka jok sepedah motor mengambil selembar kertas bergambar pahlawan Imam Bonjol dan berjalan kaki menepi menghampiri seorang laki-laki paruh baya yang duduk bersimpuh dibalik kedua tongkatnya. Beliau menyodorkan kertas tersebut dan melontarkan senyum menyemangati. Sontak laki-laki paruh baya tersebut tersenyum kembali dengan kebahagiaan yang terpancar indah diwajahnya, berterimakasih serta menjabat kedua tangannya dengan erat. Doa-doa baik pun rupanya terdengar dengan ikhlas keluar dari bibirnya.

Sungguh pemandangan pagi yang apik juga menampar menyadarkan. Iya, setiap orang memang memiliki pagi yang sama, namun tidak semua orang mengawali paginya dengan hal yang serupa. Berbagi misalnya. Berbagi merupakan panggilan hati, yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berempati tinggi. Tak sedikit dari kita yang sering mengabaikan hal ini, kadang kita merasa tak sempat, merasa buang-buang waktu, merasa buang-buang tenaga untuk sekedar berbagi sedikit kebahagiaan dengan orang lain. Pun terkadang juga terlalu egois dan berambisi untuk keberhasilan diri sehingga menganggap yang lain tak berarti.

Terkadang kita tahu, kita sadar bahwa berbagi itu mudah. Namun faktanya hal itu sangat sulit dilakukan bagi sebagian orang. Walaupun kita tahu bahwa dengan berbagi dipagi hari Tuhan akan membuka dengan lebar pintu rezeki, Tuhan akan menjauhkan dari segala bahaya yang mengancam diri pun juga memberi kemudahan dan keberkahan disepanjang hari.  

Alangkah indahnya jika masing-masing diri saling berempati tak pandang jenis profesi dan kendaraan yang ditunggangi namun saling merasakan dan memposisikan diri menjadi orang lain, saling menebar tawa, menebar semangat dan menebar manfaat. Semoga dari peristiwa bapak berhati mulia tadi, mampu mengetuk dan menggugah jiwa dan hati kita bahwa disetiap rezeki yang kita peroleh tersemat rezeki orang lain yang lebih membutuhkan.

Tak harus harta, minimal berbagilah tawa seperti yang disabdakan oleh Rasul Agung kita yang diriwayatkan oleh Tirmidzi 'Tabassumuka fii wajhi akhiika laka shodaqoh' senyummu dihadapan saudaramu, adalah bernilai sedekah bagimu.

Semoga kita senantiasa dijadikan seorang hamba yang pandai bersyukur dan berbagi setiap waktu, sebab sesungguhnya orang yang mulia hatinya adalah orang yang mampu berbagi dikala lapang ataupun sempit.

@Tsuroyya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun