Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Bola

"Crowd" yang Tidak "Crowded"

14 Oktober 2018   21:49 Diperbarui: 14 Oktober 2018   22:08 698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingar bingar Piala Dunia 2018 di Rusia sangat terasa. Perhelatan terbesar dalam bidang olah raga sepak bola ini berlangsung sebulan penuh. Selama itu pula layar kaca di rumah-rumah dihiasi pertandingan sepakbola. Baik siaran langsung, siaran tunda, maupun review pertandingan. Pokoknya tidak henti-hentinya topik yang hadir di rumah-rumah adalah sekitar pertandingan sepak bola. 

Banyak sekali kejutan terjadi. Pemain bintang ternyata tidak memiliki klub yang tanggung sehingga nyaris tersingkir di babak awal, seperti halnya Argentina. Atau beberapa negara yang tidak diunggulkan malah berjaya, contohnya Rusia sendiri yang memiliki peringkat FIFA paling rendah (peringkat 70) dibandingkan dengan tim lainnya. Terbukti Rusia bisa melangkah ke babak 16 besar dengan gagahnya.

Rusia yang masuk ke piala dunia berkat tiket gratis karena menjadi tuan rumah. Tapi Rusia ternyata memiliki tim yang tangguh dan sangat kompetitif dengan Tim Lainnya. Sebuah kejutan yang cukup menarik. 

Pelaksanaan pertandingan juga sangat lancar yang mencirikan bahwa manajemen pertandingan cukup profesional. Biasanya apabila ada permasalahan, maka pers akan menulis masalah itu di berbagai media. Tentang keamanan penyelenggaraan juga tampak terjaga dengan baik. Tidak ada berita yang terkait keamanan penyelenggaraan. 

Dari pihak suporter juga terlihat bahwa mereka sangat teratur dan mudah diatur. Tidak ada suporter yang ugal-ugalan. Kisah holiganisme juga tidak terdengar. Suporter Inggris yang sangat terkenal ke-liar-annya juga tidak ada berita kali ini.

Yang menunjukkan keberadaban para suporter misalnya teriakan Viking yang diserukan oleh suporter Tim Iceland. Dengan jumlah suporter yang hampir 30.000 orang mereka sering memekikkan teriakan a la Viking dengan dipandu oleh penabuh genderang. Menurut reporter pertandingan, jumlah tersebut sudah sekitar 10% penduduk Iceland hadir menjadi suporter. 

Atau ada video yang menunjukkan bahwa suporter Jepang memunguti sampah yang berserakan. Padahal sampahnya juga bukan dari kubu mereka. Mereka tidak perduli apakah kesebelasannya menang atau kalah. Dengan sukarela mereka memegang kantung plastik dan memunguti sampah yang berserakan. Sungguh perilaku yang mulia. 

Semua cerita di atas menunjukkan adanya fakta bahwa crowd (kumpulan orang-orang) ternyata tidak harus crowded (semrawut, acak-acakan, kacau balau menurut kamus besar bahasa Indonesia). Jadi crowd itu tidak harus crowded. Sangat bisa crowd itu sangat teratur, santun dan tidak merusak. 

Bagaimana kita menciptakan suasana seperti itu? Jawabannya paling tidak ada dari dua sisi. Sisi penyelenggara dan sisi peserta. 

Dari sisi penyelenggara, tentu pesta olah raga ini perlu dilaksanakan secara baik dan teratur. Di manaj secara profesional. Kalau penyelenggaraan acara menimbulkan kekecewaan, pasti akan timbul keresahan dan terjadi potensi crowded. 

Dari sisi peserta, juga harus menata diri dan berperilaku baik. Suporter yang melempari pemain dan officialnya dengan botol minuman atau saling mencaci antar suporter jelas menimbulkan potensi kerawanan terjadinya crowded. Miris rasanya kalau sudah menilik bagaimana kisah bonek, viking (tidak jelas apa hubungan Bandung dengan Iceland) ataupun jakmania. Rasanya mereka masih sangat jauh dari perilaku baik dan santun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun