Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar Bangga dengan Negeri Sendiri

21 Agustus 2018   11:05 Diperbarui: 21 Agustus 2018   11:40 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ini sepertinya bukan di Indonesia ya". Begitulah kalimat yang sering diucapkan apabila kita menemui sesuatu keindahan yang ada di Indonesia. Sudah jelas mereka berada di Indonesia, tetapi masih belum yakin karena keindahan yang mereka lihat. 

Ada hal lain, seperti dalam beberapa pidato, atau pesan di WhatsApp yang mengagungkan bangsa lain, atau pemimpin negara lain. Padahal kita hanya melihat dari luar dan belum merasakan sebenarnya seperti apa. Dengan keterbatasan informasi terhadap dunia luar, dan mengorbankan informasi domestik yang kita miliki dan langsung rasakan, kita dengan bangga memuja dan memuji orang lain sekaligus tidak menghargai pemimpin kita sendiri. 

Rumput rumah tetangga lebih hijau daripada rumput di rumah kita sendiri. Begitulah kata pepatah orang tua kita, bahwa kita cenderung lebih iri kepada orang lain daripada mensyukuri milik kita sendiri. 

Seorang peneliti yang bernama Dr. Anna-Mauja Tolppanen dari University of Eastern Finland pada tahun 1998 mengemukakan bahwa berdasarkan hasil studi yang dilakukannya menunjukkan seorang hater memiliki kemungkinan dimensia atau pikun setelah 10 tahun kemudian. Hater ini didefinisikan sebagai seorang yang iri dan sinisme berat. Penelitian didasarkan pada 622 partisipan dengan jumlah yang sinisme berat sebanyak 69 orang. 

Banyak hal yang kita miliki dan tidak kalah dengan bangsa lain. Contohnya acara pembukaan Asian Games ke 18 tanggal 18 Agustus 2018. Entah kenapa kita sangat suka dengan nomer cantik. 18 - 18 - 8 - 18. Acara itu sangat spektakuler. Luar biasa. Menunjukkan bahwa kita bangsa besar. Bangsa yang kaya dengan budaya. Tinggal dibumbui kerja keras, kerja cerdas, dan sikap positif. Pasti Indonesia sebagai the "energy of Asia" akan kita raih. 

Sekali lagi untuk menunjukkan penghargaan kepada acara pembukaan AG yang spektakuler, kita bisa melihat bahwa kualitas manajemen serta profesionalisme bangsa kita sudah sangat baik. Mungkin masih belum merata. Tapi sudah cukup signifikan apabila difokuskan pada bidang yang menjadi prioritas. 

Kita tidak mungkin unggul di semua lini. Tapi seperti teori David Ricardo tentang keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, kita bisa fokuskan pada hal yang memang mampu kita wujudkan dan lebih baik daripada negara lain. 

Rasanya di atas kertas negara di ASIA tidak ada yang punya 17.000 pulau dan 700 suku bangsa. Kita bangsa besar. Kita "one of a kind". Atau "nothing compares to you", kata penyanyi Sinead O'connor. Tapi ada syaratnya, yaitu : "Bersatulah semua, seperti dahulu. Lihatlah kemuka. Keinginan luhur akan terjangkau semua", seperti dilantunkan oleh Anggun C Sasmi dengan sangat anggun. Terima kasih Chaseiro untuk lagunya yang sangat indah. 

Jadi, daripada kita pikun dalam 10 tahun ke depan, mendingan berhenti menjadi orang nyinyir dan iri dengki. Berfikirlah positif dan bangga menjadi bangsa sendiri. Banyak kok yang kita punya itu sudah baik dan lebih baik daripada punya orang lain. 

Atau paling tidak, biarlah kita mencari yang paling sesuai dengan milik kita sendiri. Tidak perlu mencontoh orang lain yang belum tentu sesuai. Terus belajar dan bekerja keras. Cari apa yang bisa kita kembangkan dan kita banggakan kepada negeri orang lain. Jayalah Indonesiaku! (Try)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun