Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... Bankir - Direktur Eksekutif Otoritas Jasa Keuangan

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang Kesepuluh

11 Februari 2018   14:28 Diperbarui: 11 Februari 2018   14:35 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seringkali banyak hal yang menarik ketika memperhatikan dialog dalam film. Ketika saya memperhatikan dialog film World War Z, sebuah film laga fiksi tentang Zombi, terdapat sebuah dialog menarik. 

Dialog terjadi ketika ada seorang agen rahasia Israel bernama Boeken yang menyampaikan bahwa ada aturan yang digunakan oleh orang Israel bernama Aturan Orang Kesepuluh. Aturan ini timbul karena adanya serangkaian kekalahan bangsa Israel akibat timbulnya rasa komplasensi. Ketika mereka merasa sebagai bangsa yang sangat besar dan berada di atas semua golongan, ketika itulah mereka mudah dikalahkan. 

Memang tidak ada literatur yang secara jelas menguraikan hal ini. Tapi tetap menarik untuk diperhatikan. Bunyi dari Aturan Orang Kesepuluh adalah : ketika ada 9 orang yang setuju dan sependapat dengan kita, maka perlu adanya orang kesepuluh yang tetap mengkritisi dan bisa membuktikan bahwa kita salah. 

Hal ini menunjukkan bahwa kita perlu memelihara kondisi dimana kita tidak selalu dianggap paling benar. Kalau kita ingin sunyi senyap dan membunuh semua suara yang dianggap berisik, itulah kondisi dimana kita akan mudah jatuh. Ketika kita merasa nyaman, justru kita akan mudah dijatuhkan. 

Banyak cerita yang sejalan dengan situasi ini. Salah satunya adalah cerita monyet yang dijatuhkan oleh angin. Ada perlombaan antara angin taifun dan angin sepoi-sepoi, siapa yang bisa menjatuhkan monyet yang sedang berada di atas pohon. Angin taifun tidak bisa menjatuhkan sang monyet karena semakin keras angin ditiupkan, sang monyet akan semakin kuat memegang pohon. Justru yang dapat menjatuhkan monyet itu adalah angin sepoi-sepoi. Karena tiupan lembut angin sepoi-sepoi justru membuat monyet menjadi ngantuk dan tertidur. Dalam kondisi itulah monyet jatuh dari pohon. 

Atau cerita lain, bahwa ikan yang diletakkan satu tempat dengan ikan predator akan terlihat lebih lincah dan sehat dibandingkan dengan ikan yang ditempatkan pada kolam ikan sejenis. Hal ini disebabkan ikan predator membuat ikan lain selalu bergerak dan membuat ikan itu menjadi lebih sehat. 

Jadi situasi bahwa kita memiliki orang yang bisa mengkritisi, itu kondisi yang baik. Akhir-akhir ini marak juga di media mengenai kejadian seorang mahasiswa mengkritisi presiden. Atau ada media milik oposisi yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintah. Lepas dari kualitas kritikan, situasi tersebut menciptakan suasana demokratis yang sehat. 

Seseorang itu harus bisa mendengar dissenting opinion, karena tidak bisa seseorang itu benar secara mutlak. Kebenaran mutlak hanya milik Sang Pencipta Alam Semesta. Orang yang merasa memiliki kebenaran mutlak, itu sudah mengambil hak Tuhan. Manusia yang takabur itu akan hancur. Tubuhnya akan "meleleh". Tidak akan kuat menanggung Sifat Allah yang maha berat itu. 

Belum lagi apabila Aturan Orang Kesepuluh itu dilaksanakan secara profesional. Argumen yang dikemukakan tidak asal-asalan, tetapi dikemukakan atas dasar pengalaman, riset dan metode ilmiah lainnya. Pasti yang mayoritas harus mendengar. Banyak tidak berarti benar. Sedikit tidak berarti salah. 

Untuk itu, marilah kita menghargai dan berterima kasih kepada orang yang mengkritik. Karena dengan kritikan itu kita menjadi berfikir dan semakin menyempurnakan pemikiran kita. Jangan ciptakan situasi dimana orang kesepuluh pun hanya bisa "Sendika dawuh", tapi harus mampu menemukan kekurangan konsep kita. Kita akan menjadi lebih holistik dan kuat. 

Sekali lagi : jangan mengambil sifat Tuhan. Pasti kita tidak akan kuat menanggungnya. Tuhan menciptakan orang lain yang bisa memberikan kritik, justru karena kita memang mahluk lemah dan butuh penyempurnaan. Merekalah adalah pelengkap kekurangan kita. Orang yang sayang kepada kita, justru orang yang mau menunjukkan kesalahan kita. Orang yang selalu manis kepada kita justru bisa menjatuhkan kita. Waspadalah.  (Try)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun