Seringkali kita sulit membuat keputusan. Salah satu aspek yang memperberat pembuatan keputusan adalah karena faktor emosional. Dalam beberapa kasus kita secara rasional sudah ingin memutuskan sesuatu, tetapi kita sering mengurungkan untuk mengambil keputusan ini karena ada faktor "eman-eman" atau sayang.Â
Tanpa kita sadari di rumah kita, barang yang kita beli bertambah banyak. Sehingga kita harus selalu membeli lemari atau rak penyimpanan tambahan. Pada waktu rumah baru, rasanya rumah masih cukup lapang. Tetapi beberapa tahun kemudian sudah semakin sempit karena banyak barang yang dengan tanpa sadar kita beli dan memenuhi rumah kita.Â
Sebetulnya sebelum kita memutuskan untuk membeli lemari baru, kita harus mampu untuk melakukan pemilahan. Apakah barang yang kita punya ini memang masih kita butuhkan atau tidak. Kita harus mengendalikan pikiran kita dan membuat keputusan untuk melakukan sesuatu secara tega. Atau saya istilahkan sebagai cut off mentality.Â
Seringkali yang menjadi pertimbangan kita adalah bahwa kita masih akan memakai baju atau perlengkapan itu. Padahal faktanya kita sudah tidak pernah menyentuhnya lagi. Apabila kita membuat statistik terhadap pakaian kita, akan tampak mana baju yang sudah kita tidak pakai dalam 6 bulan terakhir.Â
Beberapa contoh praktis lain yang sering kita alami adalah :
- Kita banyak sekali menyimpan gambar dan foto digital sehingga kehabisan memory
- Banyak program atau aplikasi yang tidak dipakai lagi tapi belum dihapus
- Banyak menyimpan dokumen sementara dan sebetulnya sudah tidak digunakan lagi
Apabila kita masih memiliki gejala seperti ketiga hal di atas, maka putuskan secara matang sebelum kita akan membeli Gadget, komputer, HP baru : Apakah benar kita memang membutuhkan alat baru, ataukah memang menurun nya kinerja Gadget kita karena kita terlalu banyak menyimpan sampah?
Di dalam ranah manajemen investasi,cut off mentality ini dipergunakan juga secara efektif. Apabila portofolio kita memang sudah menunjukkan kecenderungan rugi, maka perlu dilakukan strategi cut loss. Semua dilakukan untuk menghindari semakin besar nya kerugian yang dialami. Dengan adanya cut loss ini kita akan menghemat sumber daya. Kita bisa alokasikan sumber daya yang ada untuk masuk ke pilihan investasi lainnya.Â
Bisa saja kita ambil kasus lain seperti pergaulan hidup sehari-hari. Kadang-kadang kita menghadapi kualitas hubungan silaturahmi yang sulit. Misalnya dengan rekan sekerja yang sering merugikan kita. Apabila kita sudah upayakan untuk baik, dan ternyata tidak bisa, ya sudah - cut off. Ada istilah "enough is enough" yang mungkin bisa menggambarkan hal ini.Â
Cara menghidupkan cut off mentality adalah dengan memberikan bobot rasional yang lebih daripada emosional. Misalnya dalam kasus efisiensi tadi. Batalnya beli lemari baru, tidak perlunya beli Gadget baru, bisa masuknya ke alternatif investasi yang lebih menguntungkan, atau alokasi energi positif untuk kerja lebih produktif menjadi manfaat rasional yang bisa kita peroleh.Â
Apalagi saat ini kita memiliki sarana untuk memperdagangkan barang yang sudah tidak kita pakai lagi. Dengan menjual online dan memberikan predikat tinggi sebagai "pre-loved", barang bekas kita menjadi komoditi perdagangan yang lumayan menarik pembeli.Â
Pertimbangan emosional juga bisa menumbuhkan cut off mentality. Misalnya dengan memberikan baju dan barang kita yang masih sangat layak pakai, akan memberikan manfaat kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Orang yang mendapat barang akan senang. Dan menyenangkan orang akan menyenangkan Tuhannya.Â