Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mahabharata: Warisan Genetika Kakek Bijak Menjadi Dua Kelompok Cucu yang Baik dan yang Jahat

18 Agustus 2014   01:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:17 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14082753461988642968

Gambar Pandawa Kaurawa sumber sunshinelovianettesherry wordpress com


“Sesungguhnya kita semua, tanpa kecuali sadar atau tidak, tengah memetik buah dari masa lalu. DNA yang merancang hidup kita saat ini sudah memiliki muatan informasi yang diperolehnya dari gen orangtua kita. Kemudian ditambah dengan apa saja yang kita peroleh dari pengalaman-pengalaman dalam hidup ini sejak usia kanak-kanak atau bahkan sebelumnya. Sedangkan muatan-muatan yang relatif baru adalah muatan-muatan yang tengah dirancang saat ini. Program-program atau rancangan-rancangan baru ini tidak hanya mempengaruhi kita sendiri tetapi kelak akan menentukan sifat genetik anak cucu kita. Mereka akan memperolehnya sebagai warisan sebagaimana kita pun memperolehnya sebagai warisan dari orangtua. Demikian lingkaran genetika ini tak terputuskan kecuali seperti yang telah disampaikan sebelumnya, ada upaya sungguh-sungguh yang intensif untuk memutuskannya dan mengubahnya atau bahkan membentuk lingkaran baru.” (Krishna, Anand. (2010). Neospirituality & Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)


Genetika Vyaasa dalam diri Pandawa dan Kaurawa

Nenek buyut Pandawa dan Kaurawa adalah Dewi Satyawati, yang di Jawa dikenal sebagai “Roro Amis” yang setelah kawin dengan Bhagawan Parasara bau amis nelayannya sembuh dan menjadi berbau harum dan melahirkan Vyaasa, penulis kisah Mahabharata. Ditinggalkan oleh Parasara yang meneruskan perjalanan ke Himalaya, Satyawati kawin dengan Prabu Santanu yang telah berputra Devabrata. Satyawati hanya mau kawin bila anaknya menjadi putra mahkota, sehingga Devabrata bersumpah tidak akan kawin seumur hidup sehingga dikenal sebagai Bhisma, dia yang bersumpah dahsyat. Bibit ambisius ini menjadi salah satu benih genetika Raja-Raja Hastina.

Akan tetapi putra pertama Satyawati, Citragada meninggal di waktu muda dan putra kedua Wichitrawirya meninggal serta meninggalkan dua permaisuri yang belum berputra. Kedua permaisuri tersebut adalah putri-putri dari Raja Kasi. Sesuai kebiasaan zaman itu untuk memperoleh keturunan dilakukan perkawinan Niyoga. Niyoga adalah tradisi zaman dahulu, di mana seorang wanita/janda meminta bantuan untuk melahirkan seorang anak. Orang yang ditunjuk adalah seorang yang suci dan terhormat. Sang wanita hanya bertujuan memperoleh putra dan bukan untuk kesenangan. Demikian juga orang yang dipilih, melakukannya demi kasih sayang kepada semua makhluk dan bukan demi kesenangan.

Adalah Vyaasa yang diminta sebagai pelaku pria oleh Satyawati, sang ibu untuk berhubungan dengan Ambalika dan Ambika. Menurut legenda yang tersebar di Jawa, Vyaasa membuat dirinya menakutkan sehingga Ambalika menutup mata dan lahirlah Dhristarastra yang buta. Sedangkan Ambika tidak berani melihat wajah Vyaasa sehingga wajahnya pusat pasi dan menoleh ke samping, sehingga lahirlah Pandu yang pucat dan lehernya “tengeng”, kaku kesamping. Setelah itu kedua permaisuri menyuruh seorang dayang mewakili mereka dalam kamar yang gelap. Karena sang dayang bahagia maka lahirlah Vidura.


Genetika Kaurawa dari Dhristarastra dan Gandhari

“Ibarat Genetika dari suami dan kakek-neneknya digabung dengan genetika dari istri dan kakek-neneknya diaduk dan diambil segenggam akan menjadi genetika sang anak.” Demikian penjelasan Bapak Anand Krishna yang kami dengar saat beliau menyampaikan bahwa “bibit, bobot dan bebet” ajaran leluhur masih relevan hingga masa kini. Bibit yang baik dari kedua belah pihak suami dan istri memungkinkan anak mempunyai bibit yang baik dan kemudian tinggal memfasilitasi dengan lingkungan yang baik.

Dhristarastra sejak kecil merasa tidak bahagia, karena Pandu, adiknya menjadi pemuda normal, sedangkan dirinya menjadi pemuda buta. Hatinya semakin menderita saat Pandu yang diangkat sebagai Raja Hastina. Rasa frustasi ini mempengaruhi genetika Dhristarastra.

Raja Gandhara mengizinkan Gandhari kawin dengan Dhristarastra yang buta karena ingin mempunyai cucu-cucu sebagai bagian dari Dinasti Hastina yang agung. Gandhari adalah permaisuri Dhristarastra yang baik yang mengorbankan dirinya, menutupi matanya dengan kain dan tidak mau melihat agar dapat merasakan penderitaan suaminya Akan tetapi dalam dirinya juga ada genetika Raja Gandhara yang menurunkan Shakuni yang cerdas, licik dan ambisius sebagai adik Gandhari. Kebaikan Gandhari pun kadang tertutup kala dirinya frustasi seperti saat mengandung 2 tahun dan tidak melahirkan juga, sedangkan Kunti istri Pandu telah melahirkan Yudistira. Kandungannya dipukul dan gugurlah daging yang kemudian oleh Resi Vyaasa dibagi menjadi 100 potongan dan ditempatkan dalam tempat, yang sekarang mungkin disebut tube untuk menyemaikan benih di luar kandungan. Dalam diri Kaurawa terdapat genetika Raja Gandhara yang menurunkan Shakuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun