Mohon tunggu...
Trisma Yepa Alianti
Trisma Yepa Alianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Udayana

Mahasiswi jurusan Ilmu Politik yang tertarik dengan isu sosial dan politik yang sedang berkembang di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kegagalan Food Estate Hadapi Inflasi

11 November 2022   20:00 Diperbarui: 11 November 2022   20:01 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Akses terhadap pangan yang cukup merupakan hak setiap manusia yang harus dijamin oleh negara. Isu strategis ketahanan pangan pada negara berkembang memiliki peran ganda, yaitu sebagai sarana dan instrumen utama pembangunan ekonomi. 

Hal ini memang sudah diakui oleh konstitusi negara dan tertuang dalam Undang-undang Ketahanan Pangan No. 7 Tahun 1996, yang menafsirkan tentang ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Esensi kebijakan pemerintah dalam menunjang ketahanan pangan nasional harusnya bersifat tangguh dan berkelanjutan. Pemerintah harus mengambil langkah aktif untuk merangsang elemen-elemen terkait untuk membentuk sistem yang ideal. 

Secara lebih rinci, kebijakan ketahanan pangan hendaknya dirumuskan sebagai bagian integral untuk mengentaskan kemiskinan dan memacu pertumbuhan ekonomi. 

Kebijakan dasar ketahanan pangan yang dianut pemerintah selama ini seharusnya sebagai pelajaran untuk melakukan penyesuaian dan penyempurnaannya di masa mendatang. 

Ketahanan pangan bukan hanya menjadi prioritas tapi juga menjadi target pemerataan kesejahteraan masyarakat dan pemerintah telah merumuskan serta mengimplementasikan kebijakan penguatan ketahanan pangan nasional (Airlangga Hartanto, 2022).

Komoditas makanan menjadi penyumbang inflasi terbesar di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik mencatat bahwa sebanyak 0,10 persen inflasi berasal dari komoditas cabai merah yang merupakan sektor pangan karena supply yang terbatas dan adanya pergantian musim hujan ke kemarau yang tidak menentu di Indonesia. 

Penyumbang inflasi terbesar selanjutnya ada di komoditas minyak goreng sebesar 0,04 persen. Hal ini terjadi karena kebijakan pemerintah untuk mencabut penetapan harga eceran tertinggi yang mengakibatkan penetapan harga diserahkan sepenuhnya pada pasar yang mengakibatkan melonjaknya harga. 

Selanjutnya untuk komoditas telur ayam ras ada pada angka 0,04 persen sebagai penyumbang inflasi di sektor pangan. Harga telur di pasaran mengalami peningkatan karena biaya pakan ternak juga ikut mengalami kenaikan.

Fenomena naik turunnya harga pangan di masyarakat sangat penting untuk dibahas oleh para pelaku ekonomi serta pemerintah sebagai upaya stabilisasi harga pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. 

Fluktuasi dan inflasi adalah permasalahan di aspek ekonomi yang sering terjadi di Indonesia karena menjadi indikator penentu terhadap kestabilan perekonomian bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun