Mohon tunggu...
Tri Maryono
Tri Maryono Mohon Tunggu... -

Anak petani yang menjadi peneliti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesejahteraan Petani, Kunci Sukses Renegerasi Petani

8 Mei 2019   09:05 Diperbarui: 8 Mei 2019   10:05 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemerintah menargetkan pada 2045 Indonesia menjadi lumbung pangan dunia. Sebuah target yang cukup ambisius mengingat sampai saat ini kita masih banyak bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Jangankan menjadi lumbung pangan dunia, berswasembada atas pangan sendiri saja belum. 

Pertanyaannya, mungkinkah dalam waktu 25 tahun kedepan target itu bisa tercapai? Jika yang dimaksud lumbung pangan dunia adalah komoditi padi (beras), tidaklah sulit untuk mencapai target tersebut. 

Saat ini pemerintah gencar membuka sawah-sawah baru dengan memanfaatkan lahan rawa yang luasnya mencapai jutaan hektare. Jika program ini berhasil maka kita akan benar-benar menjadi lumbung pangan (beras) dunia sebelum 2045. 

Namun bagaimana dengan bahan pangan lain seperti gandum, kedelai, gula, daging, dan sebagainya? apakah dalam 25 tahun kedepan kita bisa berswasembada dan menjadi lumbung pangan dunia?

Permasalahan nyata pertanian Indonesia saat ini adalah regenerasi petani. Indonesia sedang mengalami krisis petani muda karena minimnya generasi muda yang berkiprah dalam pertanian. 

Profil data rumah tangga petani berdasarkan kelompok umur hasil survei pertanian antar sensus (SUTAS) 2018 oleh badan pusat statistik (BPS) memperlihatkan memperlihatkan lebih dari 65% rumah tangga petani yang aktif saat ini berumur di atas 45 tahun. 

Angka ini lebih tinggi 5% dibanding data sensus pertanian 2013. Sementara itu, jumlah rumah tangga petani kelompok umur di bawah 35 tahun pada SUTAS 2018 hanya 10%, lebih rendah dari data sensus pertanian 2013 yaitu 12%. Lebih miris lagi, dari 65% rumah tangga petani tersebut, 14% adalah rumah tangga petani berumur di atas 65 tahun. 

Kondisi ini menggambarkan bahwa pertanian kita saat ini disokong oleh orang-orang tua yang secara produktivitas sudah menurun atau mulai menurun. Sementara itu generasi muda mulai meninggalkan pertanian dan memilih profesi lain. 

Hal ini diperparah dengan jumlah rumah tangga petani yang terus menurun. Hasil sensus pertanian 2013 memperlihatkan pada rentang 2003 sampai 2013 terjadi penurunan jumlah rumah tangga petani sebanyak 5 juta rumah tangga. Penurunan ini juga tergambar dari penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian yang trennya terus menurun.

Kondisi ini merupakan alarm peringatan bahaya untuk pertanian Indonesia. Jika regenerasi petani tidak berjalan, bukan saja mimpi  Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045 tidak akan terwujud tetapi juga mengancam keberlanjutan penyediaan pangan nasional. 

Bisa jadi pada 2045 kita bukan menjadi lumbung pangan dunia, tetapi menjadi pengimpor pangan terbesar dunia, seperti saat ini kita menjadi pengimpor gula terbesar dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun