Guru. Sebuah profesi sekaligus pengabdian yang mengemban amanah begitu mulia. Melalui para guru, pendidikan menjadi bermakna bagi para siswa. Melalui para guru, proses bertumbuhnya peradaban disemai sejak usia dini sampai pendidikan tinggi.
Jika kita lihat, ada banyak kategori guru dengan berbagai tingkatan gaji, dengan beragam tempat bernaung untuk mengabdi, dan berbagai status kepegawaian yang menentukan gaji mereka. Tapi, apapun dan bagaimanapun kategori yang melekat pada guru, amanah mereka tetap sama : memantik proses bertumbuhnya peradaban.
Di balik kemuliaan yang disandang oleh guru, ada sebuah fenomena yang mengundang keprihatinan sekaligus menggugah semangat atas pengabdian mereka yang dapat dilihat dari hasil survei yang dilakukan oleh IDEAS (Institute for Demographic and Poverty Studies). IDEAS adalah sebuah lembaga think tank yang berada di bawah naungan Yayasan Dompet Dhuafa. Pada pekan pertama bulan Mei 2024, IDEAS bekerja sama dengan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa mengadakan survei mengenai kesejahteraan guru di Indonesia dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Detail lengkap survei dapat dicermati di sini.)
Survei IDEAS yang dilakukan secara daring melibatkan 403 guru dari 25 provinsi, dengan komposisi 291 responden dari Pulau Jawa dan 112 dari luar Jawa. Responden terdiri dari 123 guru PNS, 118 guru tetap yayasan, 117 guru honorer atau kontrak, dan 45 guru PPPK. Hasil survei menunjukkan bahwa 42 % guru memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, dan 13 % di antaranya memperoleh kurang dari Rp 500 ribu per bulan. Kondisi paling mencolok terlihat pada guru honorer dan kontrak, di mana 74 % memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, bahkan 20,5 % hanya menerima kurang dari Rp 500 ribu. Angka ini jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2024 terendah di Indonesia, yakni Kabupaten Banjarnegara dengan UMK Rp 2.038.005, menunjukkan bahwa banyak guru, terutama honorer, masih berjuang memenuhi kebutuhan hidup meskipun di daerah dengan biaya hidup terendah.
Dengan rata-rata tanggungan tiga orang per keluarga, 89 % guru merasa bahwa penghasilan dari mengajar hanya cukup untuk kebutuhan dasar, bahkan kurang, sedangkan hanya 11 % yang menyatakan penghasilan mereka cukup dan masih ada sisa. Untuk menutupi kekurangan, banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan di luar profesi mereka. Meskipun demikian, survei ini juga menunjukkan tekad luar biasa dari para guru di Indonesia. Sebanyak 93,5 % responden menyatakan keinginan untuk terus mengabdi dan memberikan ilmu hingga masa pensiun, meskipun kesejahteraan yang mereka terima masih jauh dari memadai. Kondisi ini mencerminkan dedikasi tinggi para guru Indonesia dalam menjalankan peran mereka sebagai pendidik bangsa.
Hal inilah yang mengetuk hati kita bersama : dengan segala keterbatasan (ekonomi) yang mereka rasakan, para guru tetap mengabdi menjadi cahaya penerang dalam gulita, menjadi bintang penuntun dari kegelapan menuju pencerahan. Sosok guru adalah sosok yang dengan kebijakan, kebajikan, dan kemampuannya mengentaskan seseorang dari gelapnya pengetahuan. Dampak pengabdian guru yang tulus dan ikhlas akan terasa sepanjang hayat. Dalam setiap langkahnya, guru tak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral, membimbing siswa untuk berani bermimpi dan berjuang meraih cita-cita. Dedikasi mereka yang tiada henti, walaupun dengan berbagai keterbatasan, menjadi fondasi yang kokoh bagi kemajuan pendidikan bangsa ini. Meskipun tidak selalu mendapat imbalan yang setimpal, semangat pengabdian mereka terus menyala, laksana sang surya yang menyinari jalan bagi generasi penerus untuk mencapai cerahnya peradaban.
Sebagai guru yang masih "junior" saya menjadi tergugah. Ada rasa malu dalam diri saya. Menjadi guru, ternyata bukan sekedar bekerja, mendapatkan gaji, dan berlomba meraih sertifikasi saja. Tapi ada kemuliaan di dalamnya. Kata "pengabdian tulus", yang pada awalnya saya anggap sebagai kata-kata mulia yang berada jauh di awang-awang, menjadi tampak nyata ketika hasil survei mengatakan : ada guru yang menyatakan keinginan untuk terus mengabdi dan memberikan ilmu hingga masa pensiun, meskipun kesejahteraan yang mereka terima masih jauh dari memadai. Mereka masih sanggup gagah berdiri tegak dan bersuara lantang di ruang-ruang kelas, ruang tempat disemainya peradaban bangsa ini. Sungguh begitu luar biasa!!!
Semoga, rasa "malu" ini juga dirasakan oleh para pembuat dan penentu kebijakan pendidikan di negeri ini. Ada banyak guru yang masih perlu diperhatikan kesejahteraan mereka. Meskipun dihadapkan pada kondisi yang penuh tantangan, pengabdian para guru harus dihargai dan didorong dengan langkah-langkah nyata untuk memperbaiki kesejahteraan mereka. Tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pengabdian guru akan membawa dampak positif tidak hanya bagi mereka, tetapi juga bagi kualitas pendidikan yang dihasilkan. Redup dan cerahnya peradaban bangsa kita akan sangat bergantung pada kualitas penyemaian akal dalam proses pendidikan bangsa. Dan, di sinilah peran kunci para guru : sebagai sang pencerah yang menjaga bertumbuhnya peradaban bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI