Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasidi Nomor 303: Nyala Empat Lilin Penuh Makna

25 Juni 2021   08:44 Diperbarui: 25 Juni 2021   09:48 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://apps4god.org/artikel/menceritakan-cerita-natal-yang-sebenarnya

Kasidi 303  Nyala Empat Lilin Penuh Makna      

Minggu Pengharapan - Lilin Nabi; Minggu Iman - Lilin Bethlehem; Minggu Sukacita - Lilin Gembala; dan Minggu Damai - Lilin Malaikat.

Warnanya tiga ungu dan satu merah. Sumber referensinya tentu saja kisah abadi Tuhan dipadukan dengan imajinasi iman serta kekaguman tak berkesudahan mereka yang total percaya. Begitulah empat ritual mingguan yang sudah sejak lama dirayakan tanpa banyak tanya kembali sudah mulai diulang hari ini.

Konon penantian yang sudah separuh jalan - masih ada 2000 tahun ke depan - menjadi makna empat lilin beralaskan bunga terajut dalam lingkaran. Mesias sudah pasti akan kembali tetapi kapan? Tidak ada yang tahu. Perpaduan antara ketidakpastian dan kepastian inilah yang kemudian memunculkan misteri dan tanya abadi, sama misteri dan abadinya dengan ajaran dan perintah utamaNya.

Pertanyaan lain yang juga sering ditanyakan, mengapa Tuhan diletakkan dalam palungan? Apakah penulis catatan suci melakukan itu karena memang itu faktanya atau karena dia mempunyai tujuan tertentu yang lebih dalam dan rumit?

Tuhan dilahirkan di rumah. Rumah milik orang yang tidak dikenal dan bukan 'kandang'. Lalu palungan? Tidak masalah. Tentu benar seperti yang dicatat tetapi mengapa palungan? Apakah sekedar palungan dan terjadi secara kebetulan, ataukah ada 'maksud' lain yang jauh lebih rumit dari sekedar tempat ternak makan atau minum?

Bersama dengan nyala empat lilin penuh makna ada baiknya dipikirkan juga simbol dan maknanya mengapa Sang Bayi dibaringkan pertama kalinya oleh Sang Bunda dalam palungan dan bukan yang lain. Apakah ini sebagai simbol dan analogi yang menunjukkan bagaimana keledai saja, binatang yang sering dianggap bodoh dan bahkan dungu, kenal dan tahu ke mana harus menuju yaitu palungan, sedangkan orang Yahudi, orang Israel eh malah menolak mentah-mentah Tuhan yang adalah Mesias? 

Sebuah sindiran simbolis yang menurut Kasidi abadi karena sindiran ini tampaknya juga berlaku bagi manusia jaman milenial digital saat ini. Ayo sudah saatnya meninggalkan kebodohan dan kedunguan meskipun keduanya termasuk hak dan pilihan. Jadi wahai para pengawur dan penyesat, waktu semakin dekat ayo cepat-cepat bertobat. Kasidi no. 303 - Tri Budhi Sastrio - SDA27112016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun