Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kasidi Nomor 504 - Palu

9 Oktober 2018   08:30 Diperbarui: 9 Oktober 2018   11:50 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sanjosecommunity.wordpress.com

Lalu Palu pun seperti dihantam palu. Hebatnya palu yang ini datang dari dalam bumi, datang dari laut, datang dari bangunan hasil rekayasa manusia. Akibat dahsyatnya dapat dilihat keesokan harinya meskipun saat itu juga sebenarnya sudah terlihat nyata. 

Ratusan bahkan bisa ribuan orang menjadi korban dan puluhan ribu ikut menderita. Gempa yang memalu kota Palu juga meluluh-lantakkan banyak kota dan desa. 

Rumah rata dengan tanah, bangunan bertingkat menyisakan puing dan orang yang tertimbun. Hantaman tsunami, walau singkat tetapi dahsyatnya tidak tertahankan, juga menyisakan banyak cerita yang menunjukkan betapa rentan dan rapuhnya manusia menghadapi alam yang sedang gusar. Simpati dan empati untuk semuanya.

Lombok belum usai memulihkan diri kini Palu merintih memilukan kalbu. Itulah alam. Mana alam peduli pada manusia. Mau gempa, ya gempa saja. Mau tsunami ya tsunami. Alam tidak akan dan tidak pernah meminta pertimbangan manusia jika ingin melakukan kegiatan. 

Manusia sama sekali tak penting bagi alam meskipun adalah fakta bahwa manusia bagian dari alam. Alam penting bagi manusia tetapi jelas mungkin bukan sebaliknya.

Ilmu pengetahuan abad ini pun ternyata juga masih seperti masa purba jika gempa yang menjadi acuan. Tak ada satu pun ilmuwan yang bisa mengetahui dengan pasti kapan gempa terjadi, bahkan meramalkan pun mereka tidak berani karena memang tidak ada ilmunya. 

Jadi jika ada yang berani mengatakan kapan satu gempa akan terjadi, maka orang tersebut kalau bukannya bodoh luar biasa pastilah seorang pendusta kelas dunia. Bahkan Tuhan pun dengan rendah hati mengakui bahwa Dia tidak tahu kapan bencana dahsyat yang menjadi penanda berakhirnya dunia akan terjadi. 

Nah, jika Tuhan saja menyatakan tidak tahu, lalu bagaimana bisa sejumlah kecoa picik menepuk dada dan mengatakan bahwa akhir dunia sudah dekat? Sudah dekat gundulmu, gumam, Kasidi. Suatu ketika nanti bumi pasti akan berakhir, tetapi kapan? Hendaknya jangan ada yang sok tahu, kata Kasidi lebih pada diri sendiri.

Yang juga menjengkelkan ada yang menyebarkan foto satu tempat ibadah yang katanya masih berdiri kokoh sementara bangunan lain luluh lantak hampir rata dengan tanah. Lho? Yang lebih konyol lagi tatkala foto yang belum tentu asli itu diberi komentar betapa sangat hebatnya Tuhan membuat mujizat. TUHAN sudah pasti tidak sebodoh dan sepicik kalian pemberi komentar konyol semacam ini.

Yang paling pantas dilakukan dalam kondisi semacam ini alih alih memberi komentar konyol adalah berdoa jika tidak bisa memberi bantuan langsung atau terjun langsung. Bukan memberi komentar konyol membanggakan rumah ibadah yang tidak ikut runtuh. 

Dua ribu korban sudah dikonfirmasi, lima ribu orang masih tak tentu rimbanya. Air mata dan tangis pilu tentu ada di mana-mana, masihkah dapat diterima akal sehat jika di tengah bencana seperti ini ada orang yang dengan bangga dan mulut berbusa-busa membanggakan satu atau dua rumah ibadat yang tidak ikut luluh-lantak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun